Sebelumnya, bagi Bro yang komentar di artikel yang sudah agak lama, maaf kalau mungkin ada yang tidak terbalas, sebab saya harus periksa satu-persatu artikel untuk mengetahui, apakah ada komentar baru. Terlebih lagi, termasuk artikel ini, maka sudah ada 200 artikel yang sudah kita lalui bersama (banyak juga ya… ga nyangka saya jadi doyan nulis hehe…).
Kebetulan hari ini saya mendapati komentar dari Bro Fortynine di artikel “Spidometer, Kenapa Mayoritas Sesat”. Begini Komentarnya:
Kebetulan Bro, ane selaku pengguna Tiger Revo, pernah mencoba melaju hingga kecepatan hingga 140 kmj (berdasarkan speedometer) pada trek lurus antara Tanjung – Muara Uya(Kalsel).Persis di belakang adalah Bajaj Pulsar yang kata ridernya, speedonya waktu ngejar saya hanya menunjukkan bilangan 110 – 120 kpj.Plus, semenjak ban belakang Tiger Revo dipasangi Bridgestone Battlax ukuran 120/80 – 18, nyari 100 kpj aja susahnya minta ampun, waktu di coba di trek lurus yang sama, cuma tembus 120 kpj. Padahal waktu melesat 140 kpj ane boncengan dan bawa barang. Sementara waktu pakai Battlax malah sendiri…..ada penjelasan teknis Bro?
Memang rangkaian artikel ini ingin mengulas cara-cara memperbaiki top speed, tetapi kita mulai dulu dari membahas pertanyaan Bro Fortynine. Kali ini bukan membahas masalah akurasi spidometer ya, tetapi apa faktor yang bisa membuat top speed naik turun.
1. Dari bannya: beda ban, pasti beda karakter. Meskipun sekilas profilnya mirip ataupun bahannya mirip, masih ada faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi top speed. Sebut saja tekanan udara. Andaikan lingkarnya sama-sama 18/80, apakah otomatis sama? Okelah satuannya di kedua merk ban berbeda itu presisi dan sama plek. Nah, apakah ketika diisi tekanan udara dan beban total yang diterima ban belakang saat top speed (anggap saja) sekitar 110 Kg diameternya masih sama? Ingat, dinding ban karakternya berbeda-beda, misalkan di MotoGP, Michelin dindingnya tidak sekeras Bridgestone. Dalam kasus Bro Fortynine, ada kontradiksi kan.. masa dengan beban lebih ringan dan lingkar (mungkin) sama, trek yang sama, tetapi top speednya turun? Bisa jadi karena Battlax lebih menggigit, terlebih lagi tapaknya lebih lebar sehingga daya gesek dengan aspal menghambat top speed.
2. Keadaan motor secara keseluruhan. Meskipun faktor trek, ban dan lingkungan sama, apakah keadaan mesin masih sama? Kalau misalnya ditest beberapa bulan kemudian dan dipakai harian, kemungkinan besar tidak! Walaupun olinya sama, bahkan diganti yang lebih berkualitas, ataupun bensin diisi pertamax, belum tentu top speednya lebih baik. Bisa jadi mesin motor menderita keausan. Kalau dari pengalaman saya, salah setting klep saja ataupun ada kebocoran diklep sudah bisa membuat power motor turun drastis! Teman saya yang punya FXR pun sempat menceritakan, top speed FXR standard-nya hanya 140 Km/h, hanya sekali saja meraih 150 Km/h, saat relatif masih baru. Setelah itu, dia selalu mencoba meraih top speed itu, tetapi gagal maning! Nah, mungkin saja kondisi Tiger Revo Bro Fortynine tidak lagi se-fit saat top speed 140 Km/h diraih (kenceng betul Bro… Tiger ane ga pernah nembus segitu lho biarpun buat ngdrag -kayanya- masih lebih oke dari Ninja 150R, panjang banget kayanya tuh jalan ya…).
3. Aerodinamika: Sayang tidak dijelaskan, apakah secara bodi ada penambahan. Kalau misalkan Bro Fortynine menambah variasi semacam deltabox yang berkuping atau cover mesin, dari pengalaman saya, kedua variasi ini dapat menurunkan top speed hingga sekitar 5 Km/jam. Masih sehubungan dengan aerodinamika, sayang tidak dijelaskan, bagaimana kondisi anginnya. Kalau sampai ada perbedaan jauh, tidak heran kalau top speednya berkurang drastis. Di MotoGP, pembalap Ducati adalah para pembalap yang paling sering mengeluh kalau angin berhembus kencang, maklum, fairingnya punya permukaan paling luas.
4. Boncenger: Boncenger yang suka ngomporin bisa menaikkan tenaga motor hingga 20%! Sayang hal ini belum diteliti secara ilmiah. Belum lagi ada tipikal boncenger yang punya ilmu meringankan tubuh dan membuat tameng udara, sehingga aerodinamika motor dapat diperbaiki tanpa disadari si rider. Rider dan boncenger yang harus “bongkar muatan” when nature calls pun dapat menaikkan top speed motor secara signifikan. Sebaiknya kita hentikan disini dulu sebelum kita (lagi-lagi) semakin jauh tersesat……
Foto: HP-Klassikku
8 komentar
Comments feed for this article
30 September 2009 pada 9:13 pm
Fortynine
Thanks udah menjelaskan dengan panjang lebar. oh iya, masih kurang perbandingan mungkin. Akan saya coba jabarkan dengan agak lebih banyak.Waktu tembus sampai 140 kpj ban yang terpasang adalah ban standart, 2.75 depan, belakang 100/90. merk IRC dua duanya. Berboncengan dengan rekan se-klub, prangny kurus. Kami sama sama bawa tas ransel. Oli mesin waktu itu adalah Shell Advadnce VSX 10-40, setang pakai yang standart juga, tapi visor depan dilepas.Waktu percobaan kedua dengan jalur yang sama, ban depan FDR 110/80, belakang Battlax 120/80. Penambahan pada Tiger yaitu top box, isinya tas ransel dan kunci kunci. Oli mesin sama, setang ganti setangnya Suzuki TS, visor depan dipasang.Apa lagi kira kira yang beda dan luput dari ingatan saya ya? Apa mungkin faktor gear depan? Karena waktu trek pertama gear depan masih baru, sementara yang kedua gear depan masih sama, dan tentu saja sudah mulai aus. Selisih waktu antara pertama dan kedua adalah 6 bulan. Dalam rentang waktu tersebut, si Fabio sudah di bawa lintas Kalsel-Teng, dan putar putar KalSel.Trek tersebut memang panjang, kalau perkiraan saya, dengan kecepatan rata rata 100 kpj saja Tanjung Muara Uya itu bisa sampai 45 menit. Waktu terbaik untuk melesat adalah sore hari, atau siang siang waktu matahari bersinar dengan teriknya. Pagi banyak orang lewat, sementara malam lobang lobang mendadak di tengah jalan bisa menjadi penghambat.
1 Oktober 2009 pada 4:58 am
NuNoe
bisa jadi kerna penggantian ban yg lebih lebar itu yg menghambat topspeed motor bro fortynine..juga penambahan topbox yg selain menambah beban yg dibawa motor itu sendiri juga menghambat aerodinamika…beda sama pembonceng yg posisinya duduk nempel sama pengendara, sehingga bisa bikin efek streamline..disamping kondisi mesin yg sepertinya sudah tidak dalam kondisi yg sama seperti percobaan pertama..tapi kalo mau pasti, coba motornya dipasangin GPS..apakah bener2 turun topspeednya ato kencengnya tetep segitu, tapi yg kebaca di speedometer berbeda..hehehe…
1 Oktober 2009 pada 12:59 pm
arie slight
@Fortynine: wah ga hearn Bro.. ban depannya juga lebih lebar, tambah berat..make box juga secara aerodinamika di kecepatan tinggi ngehambat bgt Bro, makin cepat tuh motor, makin ngaruh tuh sisi minus pemasangan box terhadap aerodinamika motor, plus setang TS bikin riding lebih tegak kan? Saya kalo ga nunduk, si Tiger susah bgt nembus 130 Km/h di jarak pendek.KAlo visor sih bisa diabaikan lah.. gir juga selama masih senter mestinya ga ngaruh2 amat..kan jumlah matanya tetep..Kalo menurut saya, yang bikin naik ke 120nya susah itu karena diameter roda belakang si Fabio ente lebih kecil.. nanti kita bahas ya… maklum, harus keluyuran dulu nih..@Nunoe: Satuju… kalo rider nunduk, tapi boncenger duduk tegak, emang aerodinamikanya rada berantakan…jadi lambat deh.. juga kalo yang dibonceng ga meluk / rapet sama rider.. kan konstruksi pegangan boncengernya tiger bikin boncenger duduknya tegak. Oleh karena itu, carilah boncenger yang langsing, cantik, wangi dan duduknya rapat hihihi…(Warning: setan ngikut bonceng)
1 Oktober 2009 pada 1:25 pm
Fortynine
nah, diskusi sudaah makin menarik, ane tunggu kelanjutannya. Salam dari anak anak Banjarbaru Tiger Rider Community….
5 Oktober 2009 pada 10:54 am
arie slight
Salam juga Bro buat anak-anak Banjarbaru Tiger Rider Community… nanti kalo saya dah dapet rumah, baru bisa ngeblog lagi nih.. sorry ya, sekarang ga bisa ngup-date…
5 Oktober 2009 pada 9:23 pm
Fortynine
, ditunggu kabar dan tulisan selanjutnya
6 Oktober 2009 pada 6:14 pm
petromaxx
Requestt…..!!!Liputan October Fest nya boss..yang banyak fotonya yak..whuehehehehehehe…whalaghhh OOT
7 Oktober 2009 pada 11:50 am
arie slight
yaaa Oktoberfest.. isinya cewe berdirndl, cowo2 mabok, cowo2 berantem, bau bir n babi panggang dimana2 hihihi.. btw, takut ah ke oktoberfest sekarang, takut kena bom, kena ancam teroris lho oktoberfest.. n setau ijk cuma di muenchen..lagian sekarang aku tak punya rumah huhuhu…….