Pernah dengar istilah analisis wacana kritis atau dalam Bahasa Inggrisnya dikenal sebagai critical discourse analysis (CDA)? Ilmu macam apakah ini? Saya yakin yang tersesat ke sini sebenarnya sudah dibekali kemampuan CDA ini, apalagi mengamati maraknya demokrasi, politik dan kasus-kasus di Indonesia belakangan ini. Ilmu CDA ini penting untuk kita ketahui supaya kita tak mudah dipengaruhi oleh pemberitaan-pemberitaan di media massa. Yup, berita di media massa bisa dibilang hampir pasti punya tujuan tertentu! Apalagi jika menyangkut politik dan kekuasaan. Di era demokrasi di mana ada kebebasan berpendapat dan kekuasaan ditentukan suara mayoritas, peran media untuk mempengaruhi pendapat dan cara berpikir masyarakat tentu sangat penting. Makanya, jangan heran kekuatan-kekuatan politik itu harus didukung dengan media massa. Media massa bisa membuat berita yang mengangkat seseorang atau lembaga atau hal, bisa juga menjatuhkannya. Berita yang dibuat bisa menjadi kritik, tetapi bisa juga jadi pembenaran. Selain itu, bisa saja suatu hal diberitakan, tetapi fokusnya dialihkan sehingga esensi yang harusnya diterima justru tak sampai.
Cara-cara ini tentu dengan mudah diketahui aka terbongkar jika menggunakan kebohongan/hoax/fitnah. Belum lagi tuduhan subjektivitas yang harus dihindari media. Nah, biar tetap terlihat objektif, tetapi bisa tetap mempengaruhi resipiennya, tentu harus bisa main cantik alias halus! Jadi, harus bisa mempengaruhi pola pikir penerima berita tanpa mereka merasa sedang dipengaruhi. Semakin paham wartawan dan redaksi dalam menggunakan ilmu CDA, makin pintarlah mereka menyampaikan pesan tanpa terkesan subjektif, tanpa terkesan berpihak, tanpa terkesan ingin meninggikan atau menjatuhkan.
Coba ya kita kasih contoh..misalnya demonstrasi… Ketika sebuah media memberitakan efek negatif demo, tetapi tidak memberitakan tuntutan atau bagaimana tuntutan itu bisa muncul, artinya media ini menentang demonstrasi. Tau kan ya kasus tanaman rusak yang jadi fokus pemberitaan oleh sebuah TV swasta?
Contoh lainnya, dalam sebuah demo buruh, yang diberitakan bukan tuntutan demonya atau kenapa pengunjuk rasa bersusah payah turun ke jalan, melainkan kemacetan yang ditimbulkan, bentrokan yang terjadi, sampah selepas demo, atau justru melah menayangkan pendapat masyarakat yang merasa terganggu akibat kemacetan saat demonstrasi.
Atau, dan ini justru berhasil menjebak blogger motor juga untuk “menghujat” buruh, yang diliput adalah motor yang dipakai buruh. Masih ingat saat demo buruh, lalu ada buruh yang dikatakan ikut demo menggunakan Kawasaki Ninja 250? Saat itu Ninja 250 masih hot sebagai simbol status, belum ada Yamaha R25 apalagi Honda CBR250RR. Banyak kan yang akhirnya malah menganggap pendemo sebagai kumpulan buruh yang mau gaji gede saja untuk bayar cicilan Ninjanya??? Akhirnya, yang jadi “penjahat” adalah buruhnya, bukan pengusahanya (kita tak bicara siapa yang benar lho ya…).
Contoh lain… Di Indonesia ada media-media yang menjatuhkan nama Arab Saudi. Tentu ada kepentingan untuk menjatuhkan nama negara yang jadi tempat asal Islam ini, ada usaha untuk menjauhkan umat Islam di Indonesia dari negara sumbernya. Kelihatan jelas dari cara media-media ini menggunakan tiap kesempatan untuk menjatuhkan nama Arab Saudi, tentu dengan cara sehalus mungkin, ya supaya media itu tak kehilangan kredibilitasnya karena tak dianggap objektiv. Cara yang agak “kasar” misalnya menyebut Arab Saudi sebagai agresor karena menyerang Yaman..dan ini disampaikan tanpa merinci sebabnya, hanya berfokus ke penyerangan. Cara “kasar” ini tentu membuat media macam ini mudah dikenali ideologi dan kepentingannya.
Ada cara halus Bro..Misalnya, ketika Raja Salman datang, pemberitaannya berkonsentrasi ke kekayaan atau fasilitas saja! Kesannya, raja ya foya-foya. Secara tak langsung, ada tujuan untuk mengangkat isu: raja dan keluarganya foya-foya, kok tidak bergaya sederhana? Kok tidak nyumbang? Dan bersamanya bisa muncul pikiran negatif lainnya dengan pemberitaan yang hanya berorientasi pada kekayaan dan fasilitas raja dan keluarganya. Betul tidak? Tak ada atau hampir tak ada media yang menampilkan kenegarawanan sang raja kan? Atau memberitakan prestasi dan jasa beliau?
Ada cara lain yang sering dipakai untuk menghancurkan nama Arab Saudi di Indonesia. Misalnya kalau Arab Saudi menghukum mati seseorang, pasti diangkat dan pemberitaannya tentu dengan menyembunyikan hal tertentu dan menonjolkan hal lainnya demi tercapainya tujuan pemberitaan. Coba, lihat contoh berikut:
Ada di MSN yang merujuk pada sebuah artikel di Kompas.com. Kalau Bro sudah kuasai CDA, maka lumayan mudah mengenali kecenderungan dan misi media itu terhadap Arab Saudi hanya dengan membaca artikel ini.
Ya, kira-kira begitulah Bro.. Kalau sudah kenal CDA, pasti jadi lain dalam membaca teks.
8 komentar
Comments feed for this article
30 Mei 2017 pada 5:25 pm
Syifa Arifiana
Beruntung pernah dapet mata kuliah Analisis Wacana 😃
1 Juni 2017 pada 3:25 am
arieslight
saya ga pernah ikut mata kuliah itu hihihi
31 Mei 2017 pada 1:52 am
Udin Petot
huh, drpd baca brita, mending oe baca blog sesat
31 Mei 2017 pada 3:30 am
Syifa Arifiana
Tulisannya saya share ke grup WA… maaf gak izin wkwk. Trus di share lg sm temen ke FB 🙏🙏 hari gini penting baca macem beginian, soalnya banyak bgt tuuh netizen yg langsung percaya aja sm berita yg dibuat
1 Juni 2017 pada 3:27 am
arieslight
hmmm..disebar-sebar..
*kabuuuur…menghilang
1 Juni 2017 pada 3:26 am
arieslight
Berita tetap penting Bro..cuma kita harus lebih paham si pembuat berita ada kepentingan apa juga di balik pemberitaannya
2 Juni 2017 pada 12:41 am
nunoe
jarang baca berita, soale bener kata ente bro, berita sekarang sudah berpihak…disetir oleh yg punya berita, mau digiring kemana opini masyarakatnya…apalagi banyak berita hoax bertebaran..makin samar mana yg bener, mana yg salah..
jadi, mending gak dibaca lah beritanya..hehehehe
2 Juni 2017 pada 4:28 am
arieslight
ane cemas juga sih..tapi kalo ga baca beritanya ga bisa counter juga.. yang penting sih bisa membaca teks dengan kritis dan mengambil info yang perlu aja tanpa kena pengaruh ideologi si pembuat teks..