Suatu hari di parkiran, saya bertemu dengan sebuah Honda Absolute Revo merah yang tertempel stiker di tebeng kirinya. Di stiker itu tertulis: PT AHM, 25.000.000 Production Achievement. Dalam hati muncul pertanyaan: motor bebek yang laris manis ini motor AHM yang ke 25 juta? Wow…. Belum sampai 4 dasawarsa, Honda bisa memasarkan sebanyak itu di Indonesia. Banyak yah…belum termasuk motor-motor produsen lain tuh…
Kalau dilihat dan dipikir-pikir, perkembangan jumlah sepeda motor di tanah air memang sangat pesat. Bahkan dalam setahun belakangan ini, beberapa produsen tak sungkan memperbesar kapasitas produksinya. Artinya: perkembangan bisa semakin pesat! Atau mungkin mereka berpikir: Ombak yang bagus takkan datang dua kali, atau bisa dibaca: inilah kesempatan untuk sebanyak-banyaknya meraih untung sebelum jumlah bahan bakar minyak terlalu langka dan bisa mengancam industri permotoran bermesin bensin. Apapun alasannya, jumlah motor di tanah air pasti bertambah, pertanyaannya: kapan laju pertumbuhan itu terhenti? Apa yang menghentikan? Apakah adanya transportasi umum yang murah dan nyaman? Atau adanya aturan dari pemerintah?
Bro yang wara-wiri di Jakarta pasti merasakan dampak negatif banyaknya orang-orang yang jadi bikers karena terpaksa, ya alasan kalau naik angkot atau mobil tidak cukup waktu lah, yang dibilang tidak ada angkot menjangkau tempat tinggalnya lah…atau sebatas mau ngirit ongkos transport. Intinya: motor tambah banyak, yang jadi masalah: banyak juga yang egois dan main serobot hingga tingkat kemacetan semakin tinggi. Yang naik angkot pun mau tidak mau akan melirik motor sebagai jalan keluarnya.
Nah, apakah jumlah motor baru yang akan mewarnai jalanan ibukota akan bertambah secara tidak terkendali? Atau harus ada program diet atau KB? Di Jerman, saat pemerintah menawarkan Abwraeckpraemie yang mensubsidi konsumen untuk beli mobil baru, si pelamar biaya subsidi harus menyerahkan mobilnya untuk dihancurkan (program subsidi per mobil sebesar 2000 Euro ini untuk menyelamatkan industri mobil Jerman yang tertimpa krismon 2.0). Dengar-dengar, di Singapur juga ada aturan yang mirip: saat seseorang membeli mobil, dia harus menyerahkan mobil lamanya untuk dihancurkan. Buat kita-kita yang berekonomi pas-pasan tentunya kebijakan ini terlihat kejam, tetapi di sana memang harus begitu agar jalanan tidak stagnan dan timbul chaos.
Bagaimana di Indonesia? Apakah kebijakan yang sama akan diberlakukan agar jalanan tidak macet-macet amat? Sampai saat ini sih baru ada aturan yang melarang memasukkan motor second berplat nomor daerah ke Jakarta. Namun, jumlah itu sepertinya tidak seberapa jika dibandingkan jumlah motor baru yang masuk ke ibukota.
Saya sempat membaca program Honda Jerman di majalah. Mereka menghargai motor second (tanpa menyebut mereknya harus tertentu) sebesar 1500 Euro. Jumlah sebesar ini digunakan sebagai potongan harga bagi mereka yang mau menggebet motor baru Honda. Nampaknya inipun sudah menjadi langkah Honda Jerman untuk mengendalikan jumlah motor bekas yang bisa jadi dianggap menggangu pemasaran motor baru, mengingat jalanan Jerman masih bisa dibilang bebas macet.
Bagaimana di tanah air, apakah akan ada program serupa untuk mengendalikan populasi motor dan meminimalisir kemacetan? Tampaknya sih tidak tuh…bukannya kalau semakin macet, semakin banyak orang yang naik motor????
18 komentar
Comments feed for this article
19 Maret 2010 pada 10:29 am
Maskur eps.Opera Mini 5
ingat gak awal2 becak dihapus dari Jakarta?
itu juga penuh kekejaman
atau Minyak Tanah Dihapus, kejam juga itu
kadang kalo ingin berubah memnag harus penuh
kekejamanketegasaneh tapi becak tuh kalo udah masuk Tangeran ada lagi ya, misal di Ciledug
21 Maret 2010 pada 4:39 pm
arieslight
haha..becak dihapus di jakarta, tapi di berlin dilestarikan di sekitar daerah wisata hehehe…
soal kejam2an, wah ijk ga suka, tapi kadang kalo kasusnya dah begitu ya susah juga sih..ya mudah2an ijk ga jadi korban kekejaman deh, atuuuuuttt…
19 Maret 2010 pada 2:10 pm
devil
Jakarta oh jakarta.. terlalu banyak masalah.. banjir, macet, gelandangan, polusi.. Bagi saya yang ga ada dari pemda jakarta dalam menangani masalahnya adalah keseriusan dan konsistensi. program setengah2 dan akhirnya malah memperparah keadaan.. yah spt busway dengan jumlah armada tanggung, waterway dan monorel yang udah ga jelas kabarnya. kedepannya uji emisi, patut ditunggu nih nasibnya.. tp untunglah saya ga tinggal di jakarta..
21 Maret 2010 pada 4:41 pm
arieslight
Yoi Bro..awal taon kemaren dah panik kudu keluar duit buat beresin mesin tiger, tapi taunya ga perlu uji emisi tuh…terus lumayan juga sih, baru taon ini pajak motor ijk turun..tapi keseluruhan sih masih kemahalan kalo dibandingin harga n pajak dengan motor2 baru…
19 Maret 2010 pada 2:40 pm
jomblo ati
ya gitu deh…. hukum pasar berlaku…
dimana ada permintaan, disitu ada penawaran…
selama belum ada substitusi untuk sepeda motor, sepeda motor akan selalu menjadi primadona transportasi…
untuk investasi sistem transportasi massa, pemerintah terlihat ogah2an..
proyek yang ada (trans jakarta) malah sarat dengan mark up…
kepengen kayak denmark, walau pajak penghasilan sangat tinggi, tetapi semua fasum gratis. termasuk transportasi.
Indonesia cocok gak ya kalo benchmarking dari denmark?
*tanyakan pada rumput yang bergoyang, jangan tanyakan pada jupe yang bergoyang
21 Maret 2010 pada 4:44 pm
arieslight
dimana ada permintaan, disana ada penawaran?
wah, banyak yang ga minta ditongolin penamapakan setan, tapi setannya nongol hahaha..eh jin ya…berarti tuh jin menjemput bola hihi..
ia, katanya ga jadi gara2 kebanyakan kena palak…ha, terus aja nih,, ada orang yang bilang, negara kita rusak gara2 orang yang hidup dari politik, ya orang2 yang makan gaji dari aturan dan “aturan”..
denmark sih top deh..orang jerman aja pada ngiler kalo liat standard hidup denmark…
19 Maret 2010 pada 6:30 pm
kilaubiru
banyak motor juga makin banyak polusi.. balik ke sepeda aja yukk 😉
lalu soal wacana pembatasan kepemilikan motor juga dalam prakteknya ribet, terutama bila tu motor mo dijual, mesti balik nama yang kenyataannya banyak duit lagi yg mesti dikeluarkan. belum lagi bila pembatasan emisi semacam euro 2, 3, 4, 5 6 diberlakukan dengan undang2.. makin ribet dah..
*btw, kb tu kilau biru ya..

20 Maret 2010 pada 7:53 am
Maskur eps.Opera Mini 5
ngonthel tekan nggone Kopdar Gunung Kidul wingi?
Yakin?
21 Maret 2010 pada 4:45 pm
arieslight
maunya naek sepeda Bro, tapi baru satu kilo dah ngos2an dan kudu mampir di warung es kelapa muda hihihi..
btw, pilih kilau biru apa kilau kuning??hihihi…
20 Maret 2010 pada 2:43 am
lekdjie,dab..
mungkin target marketnya atpm itu,per orang per motor.kalo sekarang kan hampir 1 rumah 2motor.
21 Maret 2010 pada 4:47 pm
arieslight
di rumah ijk, satu rumah 3 motor hehehe…tapi yang punya beda2 kok…
ijk masih nungguin motor listrik yang ocree nih…kalo ga, ga nafsu beli motor baru
20 Maret 2010 pada 2:16 pm
asmarantaka
wah dana buat bikin bebek….di alokasikan buat mbikin moge aja…pasti dijamin ngirit yg beli…….hahahhahahah……
Eh Malah rugi ntar tuh pabrikan….
21 Maret 2010 pada 4:48 pm
arieslight
yoi, kaya MV agusta, salah sendiri ga bikin yang buat entry level..coba jualan bebek juga, pasti laen tuh nasibnya… ya, bebek yang 250 cc lah..mantebssss…pusing2 tuh yang punya FU n Ninja 250
24 Maret 2010 pada 10:01 am
asmarantaka
hahahhahaha……..bebek 250….josss tenan….asal rem ngk teromol deh…hahahhaa
27 Maret 2010 pada 1:40 pm
CBR_neh
Sangat2 setuju dab….
Harusnya diKilauBirukan (dikendalikan..red) tuh mongtor2..
29 Maret 2010 pada 10:39 am
arie slight
selama kekacauan masih bawa untung, selama itu pula kita cuma bisa ngimpi hehehe…
2 April 2010 pada 5:57 pm
obiezone
bagaimana kalau c70 ditukar subsidi 1500 euro ya?hehehe
saya mau tuh
11 Mei 2010 pada 5:10 pm
Saga Kiyoshi
20 besar!!
Wah, benar tuh… soalnya di Lampung saja kerasa panas banget di jalanan.. gimana di Jakarta y??
Sebenarnya sih saya udah merhatiin hal ini dari awal, soalnya saya gak betah sama yg panas2.. hohohoho..
Waktu tu sempet komen di blognya mas ta*fik hidayat sang empunya N2*0R yg dikasih nama si i*o, heheheh, tapi gak ditanggepin tuh.. wkwkwk, mungkin yang disana pencinta biker semua, bukan pencinta lingkungan..
Bukan apa2, tanpa lingkungan yang baik, bermotor ria juga jadi gak baik.. gak enak, dan pengennya emosi aja..