You are currently browsing the monthly archive for Desember 2018.

Berawal dari suatu hal yang mirip tahu bulat karena dadakan, Blog Sesat terpaksa menyesatkan diri ke Jakarta. Kenapa terpaksa? Ya senang banget bisa pulang, tapi karena waktunya kurang menguntungkan, Blog Sesat memang sebaiknya sepekan saja di Jakarta. Yang jadi masalah juga ya dadakannya itu. Tahu kan kalau harga tiket pesawat belinya dadakan sepekan sebelum keberangkatan. Nah, ini jugalah yang membuat Blog Sesat memilih Turkish Airlines (THY).

20181217_083535

Ada beberapa kriteria Blog Sesat dalam memilih airlines. Kira-kira, berikut ini penjelasan beberapa kriterianya:

  1. Harga tiket. Yup, berhubung bukan raja ku hanya orang biasa, ini kriteria penting banget. Tadinya mau mengulangi naik Emirates. Maklum, jatuh cinta dengan Airbus A380. Penerbangan Emirates yang mengombinasikan A380 dengan Boeing 777 ER begitu berkesan dan bisa dibilang bebas komplain. Tak heran juga airlines ini jadi no.4 airlines terbaik 2018 versi Skytrack. Masalahnya, ketika mau menggunakan penerbangan yang sama, harga tiket termurah ada di 941 Euro. Waduh, kan satu setengah bulan sebelumnya duit Blog Sesat sudah terkuras untuk mudik, mau tak mau harus cari airlines lain. Dan setelah cari-cari, dapatlah Turkish Airlines yang termasuk salah satu yang terekonomis, hanya 690an Euro. Lumayan kan hemat hampir 250 Euro!
  2. Lama penerbangan sesingkat mungkin, tapi pakai transit. Bukan apa-apa, terbang selama 14 jam nonstop itu terlalu menyiksa, enaknya ya ada transitnya 1 kali.
  3. Airlines yang punya makanan (kira-kira) halal hehe… Kalau tak ada ya harus jadi vegetarian.
  4. sudah segitu saja haha.. saya bukan orang yang banyak tuntutan kok.

20181217_084517

Sempat ada informasi ke Blog Sesat, dari review orang-orang Eropa, THY kurang bagus, tetapi yang review dari orang Indonesia bagus-bagus. Hmmm.. menarik juga sih untuk mengetahui lebih lanjut. Saya pikir, karena saya orang Indonesia, naik THY akan oke-oke saja, toh saya tak menuntut standar berlebih dalam hal ini. Punya penerbangan yang aman dan nyaman saja sudah cukup.

Dari perjalanan saya, saya bisa sedikit membuat hipotesis kenapa reviewnya begitu. Menurut observasi Blog Sesat, review bagus orang Indonesia dibanding orang Eropa bukan karena faktor standar hidup kita yang tak sebaik mereka, tetapi ada faktor lain: Pesawatnya! Pesawat yang dipakai dari Jerman ke Istanbul adalah Airbus A330 dan ketika dari Istanbul ke Jerman dengan Airbus A321-200. Kedua pesawat ini jelas lebih berumur dibandingkan Boeing 777-300. Dan ini benar-benar bisa dirasakan melihat kondisi kabin, kursi penumpang dan in flight entertainmentnya.

Kabin tentu tak sesegar Boeing 777-300 yang melayani rute ke Jakarta. Jarak antar kursi penumpang di Boeing pun terasa lebih lega, apalagi dibanding A321-200, mungkin itu salah satu yang tersempit yang pernah saya naiki. Waktu naik A330, kursi di sebelah saya terganggu misalnya dengan meja di kursi depan yang suka terbuka sendiri karena penguncinya sudah tak berfungsi baik. Di A321-200, kursi di depan saya bisa saya lihat agak miring hihi.. Mungkin karena yang duduk orang Jerman yang besar juga ya..tapi aneh lah liat kursi pesawat agak meletot sedikit.

Bagi yang menilai penting IFE, secara umum oke. Namun, di Airbus A330 dan A321-200, saya rasa layarnya tak selebar di Boeing 777-300. Dan yang nyebelin, touch screennya bebal wkwk.. sering tak responsif, bahkan harus dikombinasikan dengan remote analognya. Sempet bete juga sih awalnya sebelum tahu kalau bisa juga dioperasikan dengan remote analognya.

Blog Sesat pun menyimpulkan dengan hipotesis ini: Karena pesawat yang digunalkan melayani rute ke Jakarta memiliki fasilitas lebih baru dan baik, wajar saja review orang Indonesia lebih baik. Banyak juga orang Indonesia yang menggunakan jasa THY. Saya lihat sih memang semacam grup umroh plus-plus gitu. Di perjalanan pulang dan pergi saya menemui rombongan-rombongan ini.

20181209_110556

Bagaimana makanannya? Ya standar makanan pesawat lah..masuk kategori enak dan enak banget hihi.. Dari Duesseldorf ke Istanbul sekali makan (3 jam penerbangan) dan Istanbul-Jakarta 2 kali makan (11 jam lebih penerbangan). Bahkan sempat saya kira di rute berangkat ke Indonesia berani diadu dengan Emirates. Namun, saat balik ke Jerman saya rasa Emirates lebih baik karena lebih variatif. Turkish saya rasa banyak mengandalkan omelette alias telur dadar goreng wkwk… Mungkin karena di penerbangan balik saya 2 kali dapatnya omelette. Ya bisa memilih sih, tapi seingat saya yang ke Duesseldorf tak ada pilihan.

Oh ya, dari total 6 kali makanan dihidangkan dalam 4 penerbangan, 2 kali makan awak kabin lupa ngasih rotinya ke saya hihi… Wajar kok, karena diberikan tak langsung di dalam nampannya, tetapi terpisah.

Yang bikin THY terlihat kurang elit mungkin troli yang digunakan tergolong termakan umur. Terlihat kurang bersih atau mulus dan ya gimana sih kalau troli sudah baret tersenggol sana sini…

20181209_055650

Soal toilet..hmmm menurut saya sulit dinilai. Sebab ini sangat tergantung siapa yang menggunakan sebelum kita. Saya sempat dapat yang oke banget, tapi sempat juga dapat yang kurang menyenangkan karena ada air di lantainya. Ya sekali lagi sangat tergantung pemakai sebelum kita.

Kalau saya perhatikan, memang awak kabin Emirates lebih rajin memeriksa dan membersihkan toilet selama penerbangan. Oh ya, ada satu yang saya suka banget di toiletnya: parfum green teanya enak banget haha…

Ngomong-ngomong tentang awak kabin, THY lebih banyak pramugaranya dibanding pramugarinya. Seragam mereka pun lebih seperti seragam waiters. Karena lebih banyak pramugara, mungkin jadi tak terlalu banyak basa basi dan senyum ya hihi… Ya bagus sih buat menjaga iman wkwk…

20181209_010004

Bagaimana homebase mereka Attaturk International Airport? Lumayan.. Tak indah, tapi fungsional, WC banyak, restoran dan toko souvenir banyak plus ada mesjidnya. Dan yang menurut saya lebih oke, di sini ada akses Wifi gratisnya hehe..

Waktu di Dubai dengan Emirates justru saya tak dapat akses Wifi. Ini yang nyebelin waktu di Dubai. Plus airport super besar di Dubai yang bikin saya sempat naik bis bandara dari parkiran pesawat ke gedung sampai 20 menit lebih! Penumpang dari ramai ngobrol di bis sampai pada diam kelelahan bis serasa tak sampai-sampai hihi.. Maklum, bis kan penuh dan penumpang mayoritas berdiri.

Soal lokasi, lebih enak naik airlines negara teluk sih macam Emirates (Dubai), Etihad (Abu Dhabi) dan Qatar (Doha). Buat kita yang dari Jerman ke Jakarta, penerbangan lebih seimbang secara waktu: sekitar 6 jam plus 8 jam. Sedangkan kalau pakai THY sekitar 3 jam plus 11 jam. Yang 11 jam itu yang bikin kurang nyaman hehe…

20181208_170601-1

Bagaimana kesimpulannya? Maaf karena bandingkannya dengan Emirates, karena ya itu yang 1,5 bulan lalu saya pakai, jadi masih lebih segar di ingatan. Tentu secara keseluruhan Emirates lebih baik. THY kan tak masuk top 10 best airlines Skytrack, sedangkan Emirates no.4. Namun, kalau harga tiket diperhitungkan, THY punya kartu as hehe…

Di posisi Blog Sesat yang kata orang Jepang Mashikere, harga sangat penting! Kalau beda sampai 250 Euro di kasus saya, ya saya pilih THY. Kalau duit lagi banyak, dan beda 250 Euro, mungkin masih pilih THY. Namun, kalau duitnya cukup dan beda masih di  bawah 100 Euro, Blog Sesat cenderung pilih Emirates.

Oke, sekian berbaginya. Lain penerbangan dan lain orang tentu bisa lain banget penilaiannya. Ya anggap ini hanya satu kebenaran dari ribuan kebenaran lain di luar sana.

Sepekan saja di Jakarta, Blog Sesat harus kembali ke Jerman demi melanjutkan misi jangka panjang. Berbeda dari penerbangan dari Jerman ke Jakarta, penerbangan kembali ke Jerman sedikit lebih lama. Yang jelas bedanya terutama dari Jakarta ke Istanbul. Ketika berangkat butuh waktu sekitar 11 jam, nah penerbangan balik butuh 12 jam lebih. Hmm mungkin karena arah penerbangannya searah dengan gerak rotasi bumi ya.

20181216_195619

Pesawat yang dipakai kembali menggunakan Boeing 777-300. Senang tentunya bisa naik pesawat berbadan lebar tapi ga minder karena badannya lebar hehe..

20181216_201242

Saya duduk di sektor belakang. Karena bagian belakang sudah mengerucut, di bagian sisi tak lagi 3 kursi berderet, tapi hanya 2 kursi. Ada 3 baris yang semacam itu. Enaknya, lebih tenang, lebih gampang keluar ke gang kan kalau ada di samping jendela. Alhamdulillah saya sendirian, jadi bisa lebih dapat privasi dan ketenangan.

20181216_212358

Oh ya, sensasional menikmati bunyi mesin ketika distaster setelah push back. Dengungannya itu lho, guedeee ajah wkwk.. dan tutup jendela bergetar. Ketika mesin sudah hidup dan stasioner, dengungan itu hilang. Sayangnya suara dari getaran tutup jendela tak hilang sepanjang perjalanan.. Ya ini membuat kabin jadi kurang tenang. Lumayan mengganggu sih..

20181216_213333

Sekitar pukul 21.30 pun pesawat produksi USA ini lepas landas dengan kecepatan tertera sekitar 200-220 Km/ jam. Cuaca saat take of lumayan baik.

20181216_213509

Pesawat pun menjelajah dengan kecepatan sekitar 330 Km/ jam cukup lama hingga mulai memasuki Selat Sunda. Meskipun kecepatan segitu, ketinggian terus bertambah kok..jadi, saya tak cemas hehe.. Cemas juga kan kalau kecepatan cuma di 300an dan ketinggian tak bertambah-tambah hihi…

Beda dengan penerbangan ke Jakarta, penerbangan ke Jerman cuacanya tergolong buruk. Apalagi pas mulai memasuki Sumatera. Lumayan ngeri juga kan kalau ketinggian sudah maksimal terus masih terlihat pesawat masuk awan tebal sehingga hanya terlihat kelap kelip lampu sayapnya saja. Terlihat gas padat awan di luar jendela dan sesekali terlihat kilat hiiii.. belum lagi ada turbulensi yang lumayan dan pesawat terdengar menderu karena melewati udara yang padat.

20181216_213546

Di IFE bisa dipantau kalau pesawat sebelum measuki Jambi berbelok ke arah utara dan menghindari bagian tengah pulau Sumatera yang penuh awan badai plus kilat hehe..  Karena cuaca tak bagus, setelah makanan pertama disajikan, saya pilih untuk tidur. Maklum, kebayang masih sisa 11 jam lagi kalau harus lewat turbulensi tentu melelahkan. Alhamdulillah bisa tidur lumayan lama, meskipun kurang tenang karena turbulensi dan sesekali saya mengencangkan seat belt hehe.. Maklum, duduk di bagian buntut itu artinya duduk di bagian yang paling tak tenang di pesawat. Di sini goncangan terasa paling besar!

20181217_060744

Saat mendekati Istanbul, cuaca terasa tenang, hanya saja sangat berawan. Bahkan di ketinggian 200 meteran pun pesawat masih terganggu awan. Menjelang landing dan landasan sudah terlihat, terlihat pesawat harus miring-miring lagi karena kemungkinan besar harus mengcounter cross wind. Ngeri sih, karena pesawat sudah rendah dan berada di atas landasan. Seketika pun keadaan buat saya langsung mencekam. Pas touch down, wow, terasa mulus… namun, kelegaan itu hanya sesaat. Terasa badan terhempas ke sisi kiri dengan mendadak.. Haduh, saya pikir pesawat bisa terbalik dengan tekanan segitu kuat. Ya pasti karena ruddernya yang diaktifkan lumayan ekstrem untuk mengarahkan pesawat ke kanan agar tetap berada di landasan.

Seperti apa kejadiannya? Mungkin kalau dari luar terlihat seperti ini:

Bagaimana rasanya? Ngeri Bro.. itu sekali-kalinya saya naik pesawat terasa terhempas ke samping sampai hampir berasa black out. Bahkan ada penumpang yang sempat berteriak hehe…

20181217_060852

Alhamdulillah pesawat tak apa-apa dan segera kembali stabil. Namun, habis landing itu terasa kabin langsung hening sih… Mungkin sedang pada bersyukur juga seperti saya hehe…

20181217_080639

Di Istanbul, saya transit sekitar 3 jam. Di pesawat sebenarnya sudah sholat Subuh sekitar jam 5an.. Eh tak tahunya di waktu Turki saat itu Subuhnya 06.34 hehe..ya sholat lagi tentunya.. Lumayan bisa berjemaah di masjid bandara.

20181217_083158

Beda dengan penerbangan berangkat yang menggunakan Airbus A330, penerbangan kembalinya naik pesawat yang lebih kecil, yakni Airbus A321-200, ya sekelas dengan Boeing 737 lah. Dibanding A330, A321-200 jelas lebih kecil dan bukan masuk kategori wide body. Saya pun merasa jarak antar kursi lebih sempit.

20181217_084134

Sayangnya penerbangan ini kurang mengesankan karena saya tak dapat duduk dekat Jendela. Penerbangan lumayan bumpy, tapi wajar lah dibandingkan saat melewati langit Sumatera dan India.

Saat mau landing di Duesseldorf saya hanya bisa ngintip-ngintip bagaimana kondisi di luar. Meskipun ketika itu jam 10 pagi, namun langit kelabu dan gelap. Wah, ngeri nih landingnya kata saya dalam hati. Apalagi pesawat termasuk berbadan kecil dan ringan. Peswat landing dengan kecepatan sekitar 220 Km/jam. Lebih rendah tentunya dibanding Boeing 777-300 yang sekitar 240 Km/jam, apalagi Airbus A380 yang butuh speed minimal sekitar 280 Km/jam.

Alhamdulillah landing mulus meskipun sempat terlihat pesawat lumayan masih berusaha menstabilkan diri di atas landasan. Dan akhirnya saya merasakan teknik ngerem seperti angkot.. Pesawat mengerem cukup keras dengan rodanya di sepertiga terakhir proses landing..syuuuuut hiihi..kalau duduk di angkot kosong dan kita duduk di paling balakang, posisi duduk kita pasti geser tuh dari belakang hingga ke belakang supir. Yup, ga enak ngerem dadakan gini, jadi beda dengan fase pakai reverse thrust.. Seorang teman yang pernah naik Turkish Airlines bilang, ini khasnya Turkish Airlines hehe.. Ya becandaan sih, tapi akhirnya saya merasakan  yang dia ceritakan setelah 3 penerbangan sebelumnya dengan Turkish Airlines mengeremnya normal-normal saja.

Alhamdulillah sampai di Jerman lagi dengan selamat…  Kalau balik ke Indonesia lagi, ya bisa jadi saya pilih naik Turkish Airlines lagi hihi.. Apa plus minusnya, nanti di artikel terpisah ya..

 

Kalau di MotoGP kita kenal ada Repsol-Honda, maka di WSBK ada Ten-Kate Honda. Kelanggengan tim ini sudah cukup lama, bahkan akan memasuki 2 dasawarsa kalau hingga 2 tahun mendatang diperpanjang. Yup, sejak 18 tahun lalu, tim asal Belanda ini mengandalkan Honda dan terbukti berhasil. Namun, melihat prestasi beberapa tahun ke belakang ini, tim ini termasuk tim hanya punya nama tenar saja, tetapi prestasi bisa dipandang sebelah mata saja.

20180422_104927

Buat penggemar balap sejak tahun 2000an, pasti kenal James Toseland. Dengan pembalap Inggris yang jago main piano inilah terakhir kalinya Ten Kate berprestasi wow di kelas WSBK kala 2007 James Toseland menjadi juara dunia WSBK. Setelah itu, tak ada lagi yang bisa dibilang wow..bahkan tahun lalu tim Honda yang mengandalkan CBR1000RR anyar tak bisa berkiprah banyak. Masuk 10 besar saja susahnya ruaaar biasa. Leon Camier hanya di posisi 12 klasemen, sedangkan Jake Gagne nangkring di posisi 17 saja.

20180422_104947

Di WSS masih lebih berprestasi. Namun terakhir sukses ya dengan Van der Mark tahun 2014. Keberhasilan Ten Kate Honda yang sampai 9 kali juara dunia. Namun, dengan keterpurukan sekarang, semua menghilang.. terlebih lagi Honda sudah tak punya lagi jagoan di kelas 600cc.

Hingga seri di Qatar 27 Oktober lalu, Honda dan Ten Kate masih kerjasama. Bahkan Ten Kate dan Honda masih sempat membicarakan rencana untuk winter test. Namun, tanggal 30 Oktober, Ten Kate tersamber petir di siang bolong. Honda memutuskan kembali ke WSBK sebagai tim pabrikan. Yup, Ten Kate Honda memang bukan pabrikan..

Sakit hatinya adalah, Honda memilih bekerja sama dengan Moriwaki Engineering dan tim Althea! Ten Kate yang tak terpikir “penghianatan” ini pun kelabakan karena mereka tak sempat untuk bekerjasama dengan pabrikan lain. Mereka pun tahun depan terdepak dari arena WSBK! Kejadian ini membuat Ten Kate mendeklarasikan kebangkrutannya. Mereka pun akan menempuh jalur hukum untuk menuntut Honda yang hingga saat ini diam seribu bahasa atas peristiwa ini.

20181009_183616

Ya itu bukan A380 ANA, tetapi A380 Emirates, Maskapai yang paling banyak punya A380. Kalau mereka punya ratusan, maka ANA baru punya 1 hihi…

Memang lucu juga sih negara sekaliber Jepang “cuma” punya 1 unit A380. Ya jangan heran. memang pesawat sebesar ini seringnya tak menguntungkan kalau kursi penumpangnya tak terisi lumayan banyak.

Namun, A380 punya nilai jual tersendiri. Mungkin ini yang jadi incaran ANA juga. Untuk memaksimalkan daya jual dan “iklan” tersendiri, ANA pun memberikan livery yang unik bagi pesawat yang sudah belasan tahun mengudara ini.

ANA menamainya Honu yang merupakan sebuah kata dalam bahasa Hawaii yang merupakan sebutan untuk Hawaiian grenn sea turtle alias penyu hijau Hawaii. Btw, warnanya tak hijau sih di liverynya…,.  Ini dia penampakannya:

Artikel ini akan jadi artikel yang terbanyak fotonya. Bukan foto yang menarik dan artikel yang menarik bagi orang yang tak tertarik dengan dunia aviasi. Buat saya yang senang dengan pesawat terbang, adanya IFE alias in flight entertainment jadi suatu hal yang menarik untuk dipantau selama penerbangan. Dari sini bisa dilihat bagaimana kecepatan, ketinggian dan arah terbang pesawat. Jadi kita bisa tahu juga deh secara detail perjalanan, bagaimana ketinggian dan kecepatan pesawat saat take off maupun landing.

20181209_021829

Pesawat yang saya tumpangi adalah Boeing 777-300 Turkish Airlines dengan lama penerbangan sekitar 10 jam, ya kalau ditotal-total dari boarding bisa lebih dari 11 jam. Bisa dilihat di bawah, bandara Attatürk ada di ketinggian 36 m dari permukaan laut. Cukup aneh juga sih, sebab tak jauh dari situ ya sudah laut..

20181209_022034

Pesawat take off dengan mulus, tak ada gejala ngeri-ngeri akibat cross wind. Ya alhamdulillah hari itu penerbangan tergolong minim turbulensi. Di sini saya dapat tempat duduk lumayan nyaman karena mepet jendela, di A hehe..dua kursi sebelah saya pun kosong. Oh ya, saya lupa memperhatikan kecepatan pesawat saat rotate alias hendak take off, kalau tak salah sih ada di sekitar 200 Km/jam. Yup, ga usah sekencang motor MotoGP untuk bisa mengangkat badan pesawat wide body produksi Seattle ini.

20181209_030909

Beberapa belas menit mengudara, kecepatannya masih di 444 Km/jam. Ketinggian pun masih di 1088m. Naiknya santai Bro..ga kaya pesawat tempur hehe.. Ya pasti ini trik juga agar nyaman dan irit bahan bakar tentunya. Penasaran juga kan beda tiket sampai 250 Euro dengan Emirates itu diperoleh Turkish Airlines dari mana saja…

20181209_031008

Pemandangan dari ketinggian segitu ke kota Istanbul bisa dibilang pemandangan indah. Bahkan buat saya yang paling oke selama ini terbang malam. Kalau dibandingkan Jerman, wah banget deh kelap-kelip lampu di Istanbul ini.

20181209_031005

Jembatan yang merah itu saya duga Jembatan Sultan Selim yang melintasi selat Bosporus. Wah juga sih.. Kata teman yang sudah ke sana, hotel dan tiket ke Turki murah, yang mahal makanannya… Ya buat yang cari-cari lokasi liburan, Turki bisa Blog Sesat rekomendasikan, apalagi buat mereka yang sangat menyukai sejarah Islam.

20181209_031020

Yang selanjutnya hanya dokumentasi untuk menunjukkan ketinggian dan kecepatan pesawat yang pelan-pelan naik dan berakselerasi:

20181209_031236

20181209_031410

20181209_032109

20181209_042348

Dan ini ketika matahari terbit…

20181209_054556

Kecepatan tertinngi yang terpantau sempat menyentuh 922 Km/jam.. Yang terfoto 921 Km/jam saja… Dan itu diperoleh setelah sudah sampai Iran dan lebih dari 3 jam penerbangan hihi…

20181209_055223

Dan Blog Sesat berhasil memperoleh gambar mesin entah Rolls Royce entah GE90 yang merupakan mesin terbesar pesawat jet penumpang saat ini:

20181209_055634

Keren ya… Ini dapatnya dari jendela toilet wkwkwk… Maklum, kursi saya kan ada sedikit di belakang sayap.

20181209_055650

Dari sini bisa kita lihat, kecepatan bisa turun lagi ke 800an Km/jam. Ini tak lepas dari turbulensi juga. Ketika keadaan cuaca kurang baik, kita bisa lihat kecepatan pesawat dikurangi. Dari pengalaman sebelum-sebelumnya, daerah India dan daerah Sumatera itu turbulensinya memang lebih dibandingkan daerah lain antara Jerman-Indonesia.

20181209_085136

Dan ini ketinggian tertingi, sampai 11275 m! Ini justru dicapai saat sudah masuk wilayah Indonesia di dekat Singapura.

20181209_105502

Setelah melewati daerah Palembang, pesawat pun mulai munurun perlahan. Kecepatan dikurangi, bisa terlihat dengan aktifnya speed brakes untuk beberapa saat. Seru juga sih, terasa memang badan bergeser ke depan dan gemuruh dengan diaktifkannya spoiler speed brakes itu.

20181209_131503

Nah, yang ini sudah berada di daerah memasuki Kepulauan Seribu. Ketinggian sudah di sekitar 6261 meter dan kecepatan sudah sekitar 552 Km/jam saja.

20181209_131634

Semakin rendah ketinggian, kecepatan pun semakin dikurangi. Terlihat dengan aktifnya speed brakes dan spoiler mulai turun bertahap.

20181209_132525

Pemandangan dari sisi saya kurang bagus karena tak dapat melihat matahari tenggelam. Cuaca pun tergolong sangat berawan. Untungnya sih awannya tenang hihi…

20181209_132638

Berkat IFE penumpang bisa tau kalau pesawatnya sempat berputar sekali. Ya bukan hal luar biasa sih, di kondisi ini kemungkinan besar diperintah ATC karena kepadatan di landas pacu.

20181209_132805

Di IFE bisa dilihat, waktu hingga landing diperkirakan 8 menit. KEcepatan sudah berada di sekitar 311 Km/jam dengan ketinggian sudah di bawah 2000 m.

20181209_133512

Semakin turun ke bawah, mau tak mau melewati awan.. ngeri-ngeri sedep di bagian ini. Maklum, pastinya ada goncangan..tapi alhamdulillah tergolong tenang..

20181209_133558

Nah, sudah sekitar 350 m ketinggiannya, kecepatan pun sudah konstan di kecepatan rendah yang aman untuk mendekati landas pacu dan untuk mendarat.

20181209_133641

Untuk bisa terbang sepelan-pelannya dengan aman, tentu spoiler menjulur sejadi-jadinya hihi.. Ya demi daya angkat sebesar-besarnya dengan kecepatan serendah-rendahnya lah..

20181209_133648

Dan bisa dilihat, kecepatan Boeing 777-300 untuk mendarat sekitar 240an Km/ jam. Ya tentu ini variatif tergantung berbagai faktor. Makin berat muatannya, tentu perlu sedikit lebih kencang juga. Kalau diingat-ingat, Airbus A380 yang memang lebih berat dan besar landing di kecepatan 280 Km/jam.. Cukup signifikan ya bedanya, makanya mungkin ini sebab tak ada A380 yang mampir di Soekarno Hatta. Atau mungkin ada pertimbangan lain juga, misalnya jumlah penumpangnya yang diperhitungkan tak perlu pesawat sebesar A380 juga bisa jadi penyebabnya.

20181209_133716

Landing di Soekarno-Hatta tergolong halus.. Alhamdulillah bersyukur banget bisa mijak tanah lagi hihii… Yang lucu sih, lihat ketinggian di IFE sempat tertera -2 m, kemudian jadi 2 m, dan akhirnya jadi 5 m.

20181209_133745

Bisa jadi yang -2 karena memang pas benar-benar touch down ya, jadi agak meleset sedikit tampilannya. Saat pesawat mulai berjalan menuju parkiran, memang terlihat juga ada perbedaan ketinggian. Di ujung landas pacu ketinggian tertera 5 m.

20181209_133757

Nah, pas sudah di daerah parkiran, ketinggiannya sudah 14 m. Ternyata memang ga rata-rata amat ya airport itu. Kalau kita lihat dari jauh dan berbagai rekaman pesawat landing, memang bisa dilihat landas pacu pun tak sepenuhnya rata..

20181209_134437

Sekian ceritanya… Nanti perjalanan balik ke Jermannya tak perlu sedetail ini, sebab tak dapat tempat dekat jendela sih.. Dan cuacanya bikin deg-degan, beda banget dengan penerbangan ke Jakarta yang alhamdulillah tenang hehe…

Sekitar 4 pekan lalu saya berdiskusi dengan seorang teman asal Turki. Sambil bercanda saya bilang, suatu hari saya mau main suatu hari nanti ke Turki.  Siapa sangka, ucapan dan keinginan saya langsung terkabul…

20181208_170416

Saya pun seperti biasa berangkat dari Duesseldorf. Pesawat Turkish Airlines yang membawa saya ke Istanbul adalah Airbus A330, tergolong pesawat wide body lah, kalau dari dalam terlihat dari ukuran kabinnya dan jalur jalannya yang ada dua.

20181208_160937

Sempat deg-degan juga dengan cuaca yang dari pagi sampai sore mendung berawan. Maklum, saya termasuk trauma dengan turbulensi hihi.. Alhamdulillah penerbangan yang berdurasi 3 jam itu tergolong mulus.

20181208_170601-1

Tak banyak gambar yang saya ambil, sebab penerbangan hanya 3 jam dan saya tak dapat posisi duduk di samping jendela. Dalam penerbangan ini makanan disajikan satu kali. Rasanya lumayan… Penerbangan pun tak terasa membosankan karena ada IFE (in flight entertainment). Alhamdulillah penerbangan kali ini minim goncangan. Landing pun tergolong mulus…

20181208_231052

Suhu di Istanbul saat itu sudah lumayan dingin. Ya belasan derajat lah.. Turun dari pesawat, penumpang dijemput dengan Bus menuju ke bandara.

20181208_231057

Bandara ini menjadi pintu masuk saya untuk mengeksplorasi Istanbul..yeaaay..

20181209_005444

Saya pun menelusuri berbagai sisi bandara yang lumayan besar ini. Toko-toko banyak, dan amannya toilet juga banyak hehe.. ini menenangkan tentunya.. Buat yang mau belanja-belanja, duit Euro diterima juga kok..

20181209_005754-1

Mesjid juga ada. Bahasa Turkinya Mescit hihi..lucu juga ya.. Mirip Jakarta yang disebut Cakarta dalam bahasa Turki.

20181209_010004

Setelah puas berputar-putar di Airport, saya pun melanjutkan perjalanan ke Cakarta alias Jekarrchaaa.. Yup, segitu doang tersesat di Istanbulnya..cuma transit hihihi…

20181209_015130

Penerbangan ke Jakarta lumayan bakal melelahkan, maklum, 11 jam lebih! Yup, beda dengan penerbangan sebelumnya dengan Emirates yang transit di Dubai yang lebih nyaman karena Duesseldorf-Dubai sekitar 6 jam dan Dubai-Jakarta sekitar 8 jam, nah dengan Turkish Airlines jadi 3 jam sampai Istanbul, tapi penerbangan ke Jakartanya luamaaa.. Alhamdulillahnya pesawat yang dipakai Boeing 777-300 ER lebih modern dibanding Airbus A330, tentu lebih nyaman karena kabinnya lebih fresh dan IFEnya lebih oke.

Maksud hati naik Emirates, tetapi harga tiket Duesseldorf-JKT PP sudah seharga 941 Euro. Maklum, saya booking hanya sepekan sebelum penerbangan, dadakan Bro… Dengan Turkish Airlines, saya dapat seharga di bawah 700 Euro. Lumayan banget kan bedanya.. Kita bahas kapan-kapan ya bedanya secara lebih detail..

Terima kasih sebelumnya sudah menyesatkan diri ke Blog Sesat. Untuk sepekan ke depan atau lebih, Blog Sesat berhenti dulu menyajikan artikel..

IMG-20181201-WA0003

Kalau ada kesempatan, Insya Allah kita jumpa lagi…

Tetap sesat, tetap semangat!!!!!!!!!

Ya, itulah yang terjadi ketika iklan NSU Prima D 150 ini saya tunjukkan ke teman yang pernah memiliki Lambretta LD 150. Bukan cuma melongo, dia jadi galau berat, gelisah luar biasa haha… Gregetan karena melihat harga yang hanya 650 Euro saja! Buset.. Cuma seharga Vespa Excel di Indonesia yang surat dan kondisi bagus kan..

20181103_203949

Sebagai gambaran, Lambretta LD 150 di Indonesia sendiri harganya gelap saking jarangnya unitnya. Kalau punya uang “cuma 60 jutaan”, maaf, kurang Bro… Ya tapi cari-cari boleh lah..dengan nego yang baik dan keadaan tertentu, siapa tahun dengan dana segitu bisa dapat Lambretta LD 150. Namun, susah ya…susaaaaaah hihihi..

Jangan melongo Bro.. Judulnya bukan hoax kok hihi…

Di sebuah acara yang mengangkat tema “pekerjaan berpenghasilan besar tanpa kuliah”, salah satu pekerjaan yang dikedepankan adalah tukang sampah. Suatu hal yang di Indonesia bisa dibilang tak bakal keluar ya kan.. Kalau di Indonesia, pekerjaan tanpa kuliah yang berpenghasilan besar bisa jadi yang keluar: pedagang, juragan kos, punya cafe, jadi artis dsb.nya hihi..

20181205_211452

Nah, apa yang membuat jadi tukang sampah di Jerman dianggap pekerjaan yang disukai. Tuh lihat gajinya: sebulan bisa dapat 3000-3500 Euro! Untuk ukuran Jerman pun gaji segitu termasuk besar.

Pekerjaan ini juga diminati karena jam kerjanya yang tak panjang. Syuting ini diambil di Hamburg. Di sana, jam kerja dimulai dari pukul 6 pagi, pukul 2 siang, para tukang sampah ini sudah bisa kipas-kipas Euro hihi.. Dalam setahun pun mereka dapat jatah libur 30 hari selain libur akhir pekan.

Tak heran tukang sampahnya kelihatan menikmati profesinya.. Apalagi di Jerman selentingan tentang pekerjaan tertentu dianggap rendah itu sangat minim. Saya pribadi tak pernah dengar di Jerman orang dihina atau diremehkan karena profesinya..

Kenapa kurang tenar? Ya jelas lah..jangankan motornya, pabrikannya saja hanya segelintir yang pernah dengar. Kalau disuruh sebut 5 merk motor asal Italia, niscaya merk Laverda tak akan terbersit di benak.

Yang kita bahas kini adalah Laverda 750 SFC yang merupakan motor legendaris, tentu buat yang tau saja… Diperkirakan ada 1500 unit motor sport ini. Meskipun sebanyak itu, yang original Laverda 750 SFC yang berupa production racer pabrikan hanya ada 549 unit, sisanya hanya hasil modifikasi wkwk… Ya ibarat NSR SP ada yang original dan ada yang jadi-jadian..

20170409_142132

Laverda 750 SFC sukses di ajang balap Formula 750, sebuah balap motor jarak jauh, ya sudah seperti balap ketahanan lah.. Di awal tahun 1970, doi merupakan motor jalanan tercepat di masa itu. Soal warna yang seperti motor pak pos, ya ini warna khasnya. Jangan coba cari warna lain karena tidak ada… Saat ini Laverda 750 SFC jadi motor collector item, unit yang kondisi baik dari seri-seri awal bisa diperoleh di atas 40.000 Euro.

20170409_142141

Laverda 750 SFC diawali dengan dipasarkannya Laverda 750 di tahun 1968. Motor berkapasitas 750cc dengan konfigurasi mesin twin (bore 80mm X stroke 74mm) bisa menghasilkan tenaga 60 PS @ 6500 rpm.

Rangkanya twin tubular yang di depan dikawal garpu depan Ceriani 35 mm dan lengan ayun belakang pipa, standard lah.. Velg depan dikawal ban ukuran 3.25–18- (depan), nantinya jadi 3.50–18, dan 4.00–18-(belakang).

Laverda 750 dikenal sebagai motor yang sangat handal bin tahan banting. Si anak pendiri firma, Massimo Laverda, menggeber motor versi berikutnya produksi perusahaan ayahnya di tahun 1969. Motor kece ini turun di banyak balap ketahanan. Tahun 1970, team Laverda menang balap 500 Km di Monza dan 1971 menang balap 24 jam Montjuic.

20170409_142225

Mei 1971 pun akhirnya diperkenalkanlah Laverda 750 SFC (SUper Freni Competizione), edisi Laverda 750 yang dibuat untuk balap. @0 unit motor pertama hanya dibuat khusus untuk ikut balapan. Bedanya dengan versi Laverda 750 biasa bukan sebatas beda tampang saja (jok yang lebih rendah, bikini fairing dan tanki alumunium). Motor versi balap ini dibekali pompa oli lebih besar dan bagian lain yang diperkuat. Tenaga pun naik jadi 70 PS @ 7300 rpm.

20170409_142200

Di Jerman, Laverda 750 SFC tergolong salah satu motor jalanan termahal di zamannya dengan banderol 10.000 Deutsche Mark. Seri ke-2 Laverda 750 SFC diproduksi mulai 1974, seri ini terproduksi 222 unit yang separuhnya diekspor ke USA. BEda dari seri ke-1, seri selanjutnya ini dibekali rem depan cakram Brembo 280 mm, sebelumnya masih mengandalkan rem tromol duplex 230 mm. Garpu depan yang tadinya 35mm pun diperbesar diameternya jadi 38mm, merknya pun masih dipercayakan ke Ceriani.

Seri ke-3 hanya dibangun 160 unit saja di rentang 1975-1976. Perubahan hanya di sisi spul pengisian saja.

20170409_142121

Tahun produksi 1971-1976
549 unit
Motordaten
Mesin twin 4 tak berpendingin udara SOHC 2 klep per silinder

2 × 36 mm- karburator Dell’Orto-, Batterie-

Pengapian: Bosch

Kapasitas mesin (cm³) 744
Tenaga (kW/PS) 70 PS 7.300/min (1971)
75 PS 7.500/min (1976)
top speed (km/h) 204 (1971)
215 (1976)
Percepatan 5-tingkat percepatan
penggerak rantai
rem tromol-Duplex/ cakram
jarak sumbu roda (mm) 1480
tinggi jok (cm) 77,5
berat kosong (kg) 198 (1975)
model sebelumnya Laverda SF

20170409_142212

Gimana Bro? Kece kan.. Oke juga nih buat acuan modif cafe racer dengan bikini fairing…

20170409_142239

 

tersesat muter-muter

  • 2.531.508 x 1000 rpm

Waspadalah! Mungkin saya menyesatkan Anda....

Telah Menyesatkan

hmmm

Top Clicks

Follow Motorklassikku on WordPress.com