You are currently browsing the monthly archive for Juli 2013.
Akhir pekan lalu teman saya mengajak saya berburu. Wah ajakan yang menjanjikan pengalaman hidup baru. Namun, bulan puasa begini, berburu pastinya butuh stamina extra. Berburu pun melukai hewan kan? Wah, batal ga ya puasa???? Anehnya, saya yang pencinta hewan seakan terhipnotis dengan ajakannya.
Kami pun berangkat… Maaf, bukan berangkat dari Desmo Corner, ini mah lewat doang hehehe…. (belum sampai rejekinya-red)
Berhubung lokasi berburu sekitar 2 jam dari Jakarta, kami naik mobil sajalah… Kalau naik motor, wah, bisa bisa 5 jam lebih, maklum, tidak bisa lewat tol kan.
Setelah sampai di lokasi, kami, Gerombolan Sisesat, langsung sampai di arena perburuan yang jauh di luar dugaan kami (yang ini off the record-red). Kami datang, kami bidik, kami tembak!
Hasil buruan pun langsung dimasukkan ke dalam mobil..hehehe..muat coy… Malah bisa muat satu lagi..
Nah, lumayan, sampai usai berburu, waktu sudah menunjukkan pukul 15.00an. Pas banget kalau balik ke Jakarta, sudah tak jauh dari waktu berbuka.
Nah, kalau berbuburunya model gini kan seru, tak ada yang terluka, tak ada yang disakiti, puasa lancar…
Dalam perjalanan menuju Jakarta, di jalan tol kami disalip kendaraan polisi yang entah mau ngapain. Lampu sirene biru bersinar-sinar, klakson polisi bunyi sesekali. Hmm, ketika melintas, rupanya satu mobil saja tanpa ada yang dikawal. Mobil polisi itu mungkin mengejar sesuatu, sebab lumayan kencang. Melihat jalur kanan dan tengah penuh, doi ambil kiri, bahkan ambil bahu jalan. Dan menghilanglah………
Eh, 5 menit kemudian tampaklah pemandangan berikut ini. Barangkali sedang meninjau kondisi rumput jalan tol, apakah kondusif atau tidak.
Dari kita kecil pastinya sudah tau ungkapan “senyum adalah ibadah”
Ungkapan ini memang joss. Dengan senyuman yang ga perlu keluar duit bisa membuat hati si pelempar senyum dan hati si penerima senyum sama-sama selevel lebih happy… Tak jarang happynya ga ilang-ilang dan diabawa sampai ke liang kubur (disenyumin gebetan-red)
Namun, ada kalanya kesulitan-kesulitan hidup membuat orang sulit tersenyum. Kalau sudah begitu, biasanya rejeki menjauh…Kan paling males dekat orang yang tak pernah senyum dan menghargai keadaan orang lain bukan????
Jadi, banyak-banyaklah tersenyum (sesuaikan tempat dan lokasi-red). Kalau perlu, orang kalau lihat kendaraan yang kita pakai ikut tersenyum. Makanya, beli mobil yang tampangnya senyum. Nah, kalau Bro bisa beli mobil kaya di bawah ini, harusnya sih Bro bisa banyak senyum…(ya iyalaaaaaaaaahhhhhhh..punya pohon duit gitu loooooohhhhhhhh……)
Ada dua hal yang tidak berkenan kalau bayar pajak langsung ke polda metro. Yang pertama sebenarnya masalah sederhana: tarif parkir! Muahal…. Walaupun beda 1000 perak doang per jamnya, tapi rasanya kok tidak sesuai dengan niat orang-orang yang sudah taat pajak. Parkir mahal dan tak beratap rasanya tidak menimbulkan kesan: “selamat datang dan terima kasih”.
Hal kedua yang sebenarnya jadi fokus artikel ini adalah kualitas plat nomor resmi. Jauh dari kata rapi! Berantakan catnya… Rata-rata semua begitu dan sudah banyak yang mengeluhkan. Bagi yang ingin tampilan kendaraannya tak rusak, mereka memperbaiki catnya ke tukang plat nomor. Kalau sudah gitu rapih deh… tambah beberapa puluh ribu dan sabar 2 hari hihihi…Tapi… itu sebenarnya melanggar. Kan kata aturannya dilarang memodifikasi plat nomor! Nah, kalau ubah cat (ngerapiin-red) itu jatuhnya gimana yah??????
Nah, sekarang liat perbandingan ini, dua-duanya sama-sama asli bin resmi, hanya saja yang satu dibuat di Polda di daerah, yang satunya made in polda jakarchaaa…Tebak mana yang made in ibukota???
Yup…yang berantakaaaaaan (disinyalir buatnya lebih buru-buru dan terlihat jelas, campuran thinnernya lebih buanyak…)!
Di dunia roda empat, biasanya kalau sedang membicarakan Mercedes, ada saja pengetahuan rekan-rekan saya soal versi Amerika. Kalau sudah ngobrol dan membeda-bedakan versi Amerika atau bukan, saya nguping aja deh, kan ga tau apa-apa, kata orang Prancis “Dongo” hehehe…
Kalau yang dibicarakan motor, ya masih ngerti-ngerti sedikit deh. Ya, saya cuma kenal satu ciri sih, yakni penempatan mata kucingnya. Kalau di berbagai negara, seperti di Indonesia misalnya, kewajiban kelengkapan mata kucing hanya ada di belakang, jadi kalau terkena sorot lampu dari belakang, lumayan aman terlihat, seandainya lampu kecil di buritan mati.
Nah, kalau di USA sono, kewajiban pasang mata kucingnya lumayan ketat. Di motor-motor yang keluar di sana, ada di belakang, kemudian kiri dan kanan buritan motor dan di kiri dan kanan bagian depan motor (biasanya di sekitar suspensi/spatbor depan). Nih bandingkan Ninja/ CBR sampeyan dengan yang keluar di Amerika Serikat sana:
Ini nih di CBR 250 Rnya:
Dari judulnya pasti terdengar provokatif. Tapi itulah kenyataannya. Ada aja yang nantangin BMW K 100 GL hehehe…. Mungkin karena bentuknya yang sembalap dan banyaknya CB 100/ GL 100 berbulu domba, yakni motor-motor tersebut yang bermesin Tiger/ berkapasitas ala Tiger.
Banyaknya CB 100/ GL 100 yang dibore up dan stroke up hingga larinya gila-gilaan membuat banyak orang yang sudah tahu, bahwa motor-motor macam itu tak bisa diremehkan. Salah-salah malah dipermalukan oleh motor tua berdarah muda itu. Kalau sudah begitu kan TEEENGGGSIIIIIIINNN! TENGSIN! TENGSIIIIIN!!!!!!
Tapi, ada tidak enaknya bagi si K 100 GL. Sepertinya saat bertemu di jalan, beberapa bikers menganggap doi motor buat asoy geboy, padahal doi motor buat menikmati angin sepoy-sepoy, kapasitasnya masih sekitar 103 cc saja… Tak ada satupun piranti racing tertanam di motor ini.
Yang pertama misalnya saat ketemu CBR 150 R Repsol di salah satu kawasan di Depok. Doi yang pake jaket club CBR Depok nyamber K 100 GL, abis nyalib, kecepatannya tidak terlalu ditambah. Sampai di sebuah tikungan cepat, ane iseng kuntit dari belakang. Sang rider CBR bergaya memasuki tikungan secepat mungkin dengan gaya hangig off. Ane cekakak-cekikik saja nguntit di belakang.
Masa ban lebar, monoshock, rangka ala motor sirkuit masih ketempel di tikungan sama GL 100 standard xixixixi… Ane pun sok sok ngomporin dengan narik gas di tikungan (Stoner style-red). Doi pun ikut tarik gas sambil mengimbangi dengan gaya hanging off hehehe… padahal ane masih bisa nguntit di belakang. Hanya saja saat keluar tikungan GL 100 pasti tertinggal (ya iyaaalah….), tapi akselerasi awal CBR menurut ane kurang, kalau pakai Tiger yakin kesalip tuh pas keluar tikungan..
Lalu, kasus kedua lebih aneh lagi. K 100 GL yang lagi jalan santai di Pondok Cabe tiba-tiba disamping-sampingin sama Ninja RR. Dia nengok ke ane sambil geber-geber gas ngajak ngetest tarik-tarikan. Ane cuma melirik dan sok-sok ga lihat xixixi… Hadeuuuh… Ninja kok nantangin motor bapak-bapak 100 cc teknologi 70an sih….cabeee deeee………
Salah satu yang membedakan motor zaman dulu dan motor zaman sekarang adalah bisa tidaknya motor itu membawa sespan.
Motor-motor keluaran baru hampir seleuruhnya tak ada yang dirancang untuk membawa sespan. Wajar sih, sebab keadaan lalu lintas juga tidak mendukung untuk membawa sespan. Sisi mobilitas dan kelincahan motor langsung nyaris hilang dan tak ada bedanya dengan mobil, ketika motor itu menggandeng sespan.
Namun, itu kan sisi fungsionalitas. Kalau bicara gaya ya beda lagi… Pasang sespan di motor jelas mendongkrak tampilan. Kalau bagus ya syukur, kalau jelek pun tetap punya daya tarik, minimal memancing perhatian orang.
Untuk motor-motor klassik BMW, sespan menjadi aksesoris yang lebih dari sekedar aksesoris, maklum, ukurannya lebih besar dari motornya sendiri. Melengkapi motor dengan sespan dijamin mendongkrak penampilan, dan bisa jadi mendongkrak harga jual. Untuk sespan yang original dari Bavaria atau dari Jerman, harganya dijamin membuat orang awam geleng-galeng. Maklum, kalau original dan kondisinya mulus, harganya tak jauh dari harga Kawasaki Ninja 250 baru hihihi… Mahal ya.. tapi ini juga harganya ikutan arus inflasi kok, bisa naik terus dan bisa dijual terpisah dengan motor.
Bagaimana sespan lokal? Ternyata untuk motor sekelas BMW tidak murah juga, dengar-dengar tak kurang dari belasan juta rupiah. Hmmm.. ane tergoda juga… Btw, persoalan sespan dipasang di kiri atau di kanan sebenarnya soal mudah. Pertama, tentu sesuaikan dengan motor dulu. Bawaan motornya bagaimana? Apakah dudukan di kanan/di kiri? Sebab merombak-rombak berarti sudah merusak hitungan dari pabriknya sana, belum lagi berisiko merusak dan mengurangi nilai keoriginalan motor.
Untuk lalu lintas di Indonesia, ya enaknya sespan ada di sebelah kiri (kan turun di kiri dan nyalip dari kanan). Ayo ada yang mau pasang sespan??? (buat bawa anak-istri, barang dagangan, narkoba xixixixi…)
//
Klakson sebenarnya peranti wajib di kendaraan bermotor, tetapi selama ini tak saya perlukan. Maklum, termasuk orang yang tidak doyan pencet klakson dan tidak senang sama orang-orang yang bentar-bentar klakson gak penting.
Namun, situasi menyebabkan saya akhirnya memutuskan pasang klakson. Bukan…bukan karena lalu lintas yang makin ruwet, tetapi karena penggemar Honda Tua ternyata seperti penggemar Vespa yang suka saling menyapa dengan klakson di jalan. Sudah beberapa kali saya kena klakson tapi tidak bisa balas… Akhirnya, setelah menimbang, mengingat dan memutuskan, BMW K 100 GL pun dilengkapi dengan klakson. Berhubung yang ori di saat itu adanya punya Yamaha, ya pakai Yamaha sajalah…Tidak mahal juga, hanya 30.000 rupiah.
Dan setelah emblem tanki yang menyalahi kodrat, klaksonnya pun juga malah pakai produk saingan Honda. Tak heran, BMW K 100 GL dinobatkan menjadi Honda GL 100 termurtad se-Jakarta Selatan.
//
Kata yang tersesat