You are currently browsing the monthly archive for Juli 2011.
Seiring berjalannya waktu, hasil pun semakin menumpuk dan membuktikan: Rossi dan Ducati bukan jodoh yang klop! Inilah yang saat ini sedang ramai di Italia sana. Media Italia mengompori, Ducati dan Rossi sebaiknya segera bercerai. Ada media yang bahkan mengatakan, cerai secepat mungkin! Lebih baik berakhir sekarang dengan rasa sakitnya dibandingkan rasa sakit yang tidak berakhir! Gile… Sudah pada tak sabar tampaknya media Italia dan fans..yup, orang Italia memang agak cepat tempramen.. Mereka (media) seakan mengesampingkan fakta, bahwa Rossi dan Ducati memang saat ini sudah menunggu saja tahun depan dan mempersiapkan sebaik mungkin untuk tahun depan. Mereka hanya berusaha keras saja supaya bisa bertahan tahun ini.
Namun, posisi terakhir dalam kualifikasi Sachsenring lalu benar-benar menghabiskan kesabaran fans balap dan media Italia. Mereka menuntut Rossi dan Ducati cerai! Sebaiknya Rossi dan Burgess segera minta motor ke Honda dan jadi tim Privateer. Media Italia meminta sebagai gantinya Marco Simoncelli yang gayanya yang agresif diprediksi jodoh dengan Ducati.
Dorna pun sebenarnya ketar-ketir juga dengan prestasi Rossi yang memble, sebab, Rossi masih jadi magnet duit terbesar bagi mereka. Kalau sinar Rossi redup, bintang rejeki Dorna pun ikut meredup!
Btw, kok ada foto Melandri di sana? Nah, gini Bro.. berhubung kompor media Italia lagi pada bledug menuntut Ducati agar becus bikin motor atau sebaiknya Rossi cerai saja dengan Ducati, pemilik nomor setia 33 ini ikutan angkat bacot lagi.
Katanya:” tuh kan..liat kan… dulu gw disalahin, malah disuruh ke psikater. Kalo gw dulu didengerin, mestinya motor GP Ducati sekarang kompetitif!”
Wah, masih dendam aja nih Melandri….
Sebenarnya satu bulan setelah mengganti komstir Tiger di quartal awal tahun lalu, Tiger Hitam langsung didera kendala komstir oblak. Rasanya tidak percaya, sebab komstir yang lama saya ganti setelah 13 tahun, masa yang baru baru satu bulan dah ogel-ogel????
Kalau diteliti dan ingat-ingat lagi, memang ini diakibatkan tekanan ban depan saya yang terlalu tinggi, sehingga ban lebar 110 ring 17 ini terlalu keras sehingga tak mampu meredam dengan baik permukaan jalan yang jelek. Terlebih lagi perlu diwaspadai, kalau jalan yang sering dilewati bukan jalan aspal, melainkan dari beton! Jalanan beton banyak yang buruk permukaannya. Jalan beton yang hancur lebih jahat lho terhadap komstir dibandingkan jalan aspal dengan tingkat kerusakan yang sama.
Untung saja adik saya otak-oatik ketika Tiger Hitam ta tinggal menjablay 4 hari beberapa waktu lalu. Ternyata hanya mur pengunci komstirnya yang terlalu kendor.. Setelah dikencangkan, beres Bro, langsung terasa layaknya komstir baru..(ya eyalah..emang masih terhitung baru kok…kan baru setengah tahunan..)
Seperti Ente semua lihat, ini salah satu contoh pemisahan sampah. Yang ada di foto, dipisahkan antara sampah plastik, organik dan non organik. Foto ini saya ambil di salah satu sudut Fakultas Psikologi UI (saya terpaksa ke sana karena mengalami gangguan kejiwaan-red).
Ini sebuah langkah yang bisa ditiru, barangkali bro sekalian bisa memulainya dari rumah, atau kalau bisa dari tempat kerja masing-masing. Menurut saya, akan lebih baik lagi kalau setiap sekolah di tanah air sejak tingkat dasar diperkenalkan sistem pembagian sampah macam ini. Yup, membiasakan anak-anak sejak dini, sebab orang tuanya dah susah deh diotak-atik!
Kalau mau lebih bagus lagi, bisa lihat caranya Jerman. Mereka juga membagi jadi beberapa bagian: organik, non organik (kemasan, plastik dsb.nya), kertas+karton, dan kaca/gelas. Untuk kaca/gelas yang kebanyakan berbentuk botol itupun dibagi 3 lagi, yakni yang bening, warna coklat dan hijau. Dengan begitu, tingkat pencemaran bisa dikurangi, sebab benda yang bisa didaur ulang akan diolah kembali. Kita pun menghemat sumber daya alam…
Ki Gede Anue ketika disodori foto di atas pun menyetujui langkah ini. Hanya saja beliau masih melihat ada kekurangan, menurutnya tempat sampah organik, non organik dan plastik belum memadai, masih dibutuhkan juga: Tempat sampah masyarakat dan tempat jin buang anak!
Buat para penunggang Thunder 125 yang ingin mengganti gir belakang dengan ukuran lain, mereka bisa dibilang beruntung, sebab mereka bisa melirik gir belakang RX-King. RX-King banjir komponennya, termasuk pilihan gir depan belakang, apalagi ini motor memang yang paling dilirik mereka-mereka yang doyan kencang, tetapi aliran dananya rada seret.
Buat bro pemilik Thunder 125 yang karburatornya sudah diganti main jet dan pilot jet yang lebih besar, silahkan mengambil gir belakang RX-King yang bermata lebih sedikit. Adik saya misalnya, memakai gir belakang RX-King yang memiliki mata 41, lumayan jauh dari standard Thunder 125 yang 45 mata. Wah enak ya..ga kaya pemilik Tiger yang sulit untuk mencari gir dengan ukuran non standard. Saat ini sih sudah ada varian non standard untuk Tiger, tetapi macam dan ukurannya dipastikan tidak sebanyak RX-King. Belum lagi harganya yang mahal, sebab yang saya tahu, ukuran non standard Tiger yang ada baru diproduksi Sinnob dan Daytona. Sayang harganya itu lho yang nggak..nggak..nggak, nggak kuat..
Era awal MotoGP dengan mesin 4 tak 1000 cc merupakan era penuh warna. Berbagai pabrikan ambil peran di ajang ini, salah satunya Aprilia dengan RS-Cubenya, motor 1000 cc 3 silinder yang sensasional.
Aprilia memang termasuk gila dengan memakai mesin 3 silinder, beda dengan kompetitor yang kabanyakan mengandalkan 4 silinder dan terlebih Honda dengan 5 silinder. Ini semata karena mereka mengincar bobot yang diperbolehkan lebih ringan 10 kg dibandingkan kompetitor lainnya.
Soal power bagaimana? Inikah yang menyebabkan Aprilia RS-Cube tak terlalu kompetitif? Bukan Bro, soal power sama sekali bukan masalah. Malah ada yang membandingkan, akselerasinya layaknya motor 2 tak 1000 cc! Jangan heran, di sektor mesin, Cube sangat sarat dengan teknik dan teknologi F-1, sebab mereka memang memesan Cosworth yang bangkotan di F1 untuk membuat mesin.
Jika di awal GP putaran mesin masih lebih rendah dibandingkan mesin 800 cc, maka Aprilia dengan mesin racikan Cosworth tak ambil pusing. Ketika Yamaha dan Ducati Honda mengembangkan katup pneumatic untuk mengimbangi Desmosedici GP7 di 800cc, maka Aprilia RS-Cube sudah dibekali komponen ini sejak awal. Motor pun dibuat berotasi ke belakang, jadi kalau dilihat dari sisi kanan, berlawanan dengan jarum jam. Ini dirancang untuk memberikan beban lebih 2 kg di roda depan! Lumayan nambah grip dan meminimalisir wheelie kan…
Power memang bukan masalah Aprilia, bisa dilihat juga di kelas-kelas bawahnya, yakni 250 cc dan 125 cc 2 tak. Power Aprilia paling yahud! Permasalahan di Cube justru pada handlingnya. Terlihat Aprilia doyan menaikkan posisi mesin di chassis, makin tinggi dan makin tinggi lagi… Dulu kita sudah bahas kelebihan dan kekurangan titik berat kan.. Titik berat yang tinggi dari Cube terlihat dari penggunaan lengan ayun pisangnya yang lumayan extrem! Sayang umur motor ini hanya 3 tahun. Regis Laconi, Collin Edwards, Nitro Nori Haga, Jeremy Mc Williams dan Shane Bryne gagal membuat Cube tampil bersinar dan on fire. Malah Cube yang membuat mereka benar-benar on fire:
Nah, begitulah kira-kira betapa hotnya motor yang satu ini. Motor yang handlingnya kurang oke dan kerap bermasalah dengan chattering ini sebenarnya terus diperbaiki, bahkan menjelang akhir kemunculannya semakin lumayan. Perbaikan agak lambat karena dana Aprilia yang katanya terbatas. Versi 2005 yang ditest Marcellino Lucchi katanya sudah matang dan asoy, sayang bos-bos baru Aprilia ketika itu menutup keran kucuran dana untuk RS-Cube. Dan demikian berakhirlah kiprahnya di MotoGP. Meskipun begitu, manfaatnya tetap ada. Lihat saja RSV-4 yang terlihat begitu matang dan kompetitif di WSBK. Tanpa Cube, sulit bagi APrilia untuk bisa langsung kompetitif, sebab superbike mereka selama ini, RSV 1000 Mille bukan motor superbike bermesin galak dan terbukti kan tidak diturunkan di WSBK. Baru dengan RSV-4 yang matang dengan pengalaman yang banyak diperoleh Aprilia bersama RS-Cube lah Aprilia bisa langsung menggedor bahkan meraih satu titel juara dunia WSBK.
Maraknya motor-motor baru membuat motor-motor yang sudah berumur dan secara bentuk sudah terlihat kuno ditinggalkan. Sudah banyak motor lama yang punya status motor umum dan mudah dijumpai dipensiunkan, diobral atau dimodif berat. Namun, ada juga motor-motor yang saat ini masih melanglang buana di jalanan.
Sebut saja Honda GL-Pro yang masih sangat mudah dijumpai di jalanan ibukota. Memang belum terlalu tua, tetapi bentuk standardnya memang sama sekali bukan selera anak muda. Namun, ingat sekali lagi, dont judge a bike by its look. GL-Pro secara performa masih punya gigi. Secara mesin masih handal dan powernya juga masih bisa melayani motor baru sekelasnya. Konsumsi bensin juga beda-beda tipis, hanya tampangnya saja yang 80an banget!
Meskipun tampangnya begitu, kehandalan GL Pro tak perlu diragukan. Motor yang ekonomis perawatannya ini juga tidak takut untuk diajak kerja keras, tak takut kena lubang, tak takut lewat jalan rusak, tak takut lecet dan tak takut kehabisan pertamax. Jangan heran kalau motor ini diandalkan di daerah yang alergi terhadap motor cengeng… Misalnya di atap dunia alias Tibet, lihat aja sendiri:
(mungkin bukan GL-Pro, tapi mirip-mirip lah….)
Kata yang tersesat