You are currently browsing the monthly archive for Januari 2017.
Kita sudah sempat mencoba lebih memahami elektronik MotoGP dan bagaimana data itu ditampilkan. Nah, sekarang kita lihat lebih luas lagi, bagaimana data itu hanya salah satu saja yang perlu dikulik. Tanpa faktor manusia yang memadai, elektronik tidak akan menjamin kesuksesasn di lintasan. Bagaimana tim MotoGP bekerja, digambarkan secara singkat oleh majalah Motorrad no 2/2016. Media ini menggambarkan aktivitas tim Forward Yamaha di Barcelona. Tim ini menyediakan 8 orang yang bertugas membuat Stefan Bradl bisa memberikan performa terbaiknya: Sergio Verbena sang Crew Chief dan orang pertama yang berurusan langsung dengan Bradl menghubungkan Bradl dengan anggota team lain, 4 orang mekanik yang bekerja langsung mengotak-atik motor, 2 orang ahli elektronik asal Italia: Alessandro Castagnetti dan Luca Faso, dan terakhir Manfred “Tex” Geissler, ahli elektronik asal Jerman.
Duo Italiano ini tak hanya memenuhi kebutuhan Bradl, tetapi juga bekerja utnuk memenuhi keinginan rekan seteam Bradl, yakni Loris Baz. Tugas Castagnetti adalah memantau kondisi mesin, menganalisis, apakah campuran bahan bakar cukup, terlalu basah atau terlalu kering. Doi juga harus memastikan, apakah konsumsi bahan bakar saat itu cukup untuk membawa motor sampai finish saat race. Doi juga harus mengecek tekanan oli di berbagai bagian mesin, apakah pompa bensin bekerja sempurna, dan berdasarkan sensor-sensor yang ada, apakah ada tanda-tanda motor berisiko jebol.
Jika Castagnetti sudah mengambil keputusan, misalnya campuran bahan bakar dengan udara perlu dimiskinkan supaya bensin cukup hingga finish, maka giliran Faso yang bekerja. Dengan campuran bahan bakar yang miskin, tentu tenaga berkurang..nah, Faso harus menentukan, apakah traction control perlu disesuaikan. Faso disebut sebagai ahli strateginya..
Doi mencatat masukan Bradl, di tikungan mana traction control berfungsi baik, di mana masih perlu penyesuaian, di gigi berapa, seberapa miring motornya. Doi kemudian memutuskan, langkah apa yang perlu diambil. Begitu Faso ada ide, doi memasukkan angka-angka parameter ke dalam tabel yang akan menentukan karakter mesin motor.
Angka-angka dari Faso ini diteruskan ke Tex Geissler. Tex yang mantan pembalap GP125 cc dan sempat podium 3 tahun 1997 di Nuerburgring adalah sosok yang kontak langsung dengan motor. Tex bertanggung jawab, angka-angka di tabel-tabel yang disampaikan benar dan diterapkan dengan benar di motor.Misalnya, kalau untuk kondisi hujan, maka jika dipilih setting suspensi hujan, maka mappingnya juga setting hujan.
Jangan dipikir dikit yang perlu dipantau Tex Geissler, di sini dikatakan ada 5000 parameter. Yup, saking banyaknya, kemungkinan munculnya salah pun tentu sangat besar, kata Dirk Debus, si bos 2D. Debus mengatakan, background motorsport penting untuk pekerjaan di posisi Tex Geissler, karena dia tidak hanya harus paham, apa isi angka-angka di tabel-tabel itu, tetapi juga harus paham, apa efeknya buat si pembalap dan bagaimana si pembalap bisa mengeksploitasinya. Debus juga mengomentari pekerjaan Luca Faso dan Allesandro Castagnetti. Untuk posisi Faso dibutuhkan orang yang lulus kuliah teknik mesin dan teknik elektro, sedangkan posisi Castagnetti yang bertanggungjawab dalam hal motor management membutuhkan teknisi yang juga menguasai ilmu komputer.
Debus sendiri tidak termasuk team Forward dan digaji oleh team itu, meskipun dirinya sebenarnya turut bersumbangsih pikiran terkait software di team ini. Debus mengatakan, terjunnya dia di team itu memberikannya kesempatan untuk mengamati langsung para mekanik bekerja pada akhir pekan terselenggaranya GP. Hasil diskusi dan pengamatan langsung selama 3 hari ini memberikan input baginya untuk mengembangkan software 2D yang bisa lebih mempermudah kerja mekanik MotoGP. Ya, simbiosis mutualisme gitu Bro… Btw, teksnya belum selesai hehe..bersambung lagi rupanya hehe…
Saat sedang melihat-lihat Ebay karena iseng, saya melihat sebuah iklan yang menjual sebuah Vespa Sprint keluaran tahun 1967 dengan kondisi sangat bagus. Melihat harga yang diminta, yakni 4000 Euro, saya lumayan terkejut. Memang Vespa 2 tak di Jerman itu mahal, itu saya sudah paham, tetapi kalau bedanya berapa pasnya, tentu saya perlu membandingkan.
Saya tanya saja teman yang memang hobinya Vespa dan kakaknya juga punya vespa Sprint dengan warna yang sama. Entah tipenya sama atau tidak, tetapi 2 tahun lalu atau 3 tahun lalu, Vespa Sprint itu dibeli seharga 6 jutaan. Berapa sih harga Vespa Sprint sekarang? Menurut teman saya, sekarang pasarannya kalau rapih 10 jutaan. Kecuali model yang berikut ini nih:
Nah, itu katanya Sprint S, ini yang mahal. Bedanya di logonya Piaggio yang garis miring gitu. Dan ada tulisan Vespa S ya, sedangkan yang Sprint di Ebay tanpa huruf S. Entah apa lagi bedanya dan berapa harga pasaran Vespa Sprint S.Yang Jelas, memang terbukti, di Indonesia harganya 10 jutaan, dan di Jerman bisa 4000 Euro alias lebih dari 50 jutaan.
Fenomena harga Vespa mahal di Jerman bisa dilihat juga di 2 contoh iklan Ebay berikut ini, ada yang jual dari luar negeri:
Yup, meskipun Vespa ini tidak original (model tua dikasih mesin New PX 150), tetapi masih laku di Ebay. Meskipun saya curiga sih, masa dari India, tetapi tidak disertakan ongkos kirimnya?? Sedangkan yang di Jerman saja minta ongkos kirim 200 Euro.
Sebenarnya ini ayam punya ibu saya. Kami menyebutnya si Ciepciep..ya itu dari bunyinya waktu masih kecil dulu. Si Ciepciep bahkan dari masih telur hehe.. Ibu saya beli ayam yang alhamdulillah bertelur. Bahkan pernah beberapa kali bisa saya jual di tempat kerja hehe..yup, saya jual telur ayam kampung. Ga serius, kalau ada saja.. Meskipun sedikit, tapi alhamdulillah ada kebahagiaan di situ.
Nah, telur-telur itu juga ada yang dierami si mbok ayam. Si Ciepciep dari kecil dekat dengan saya, ya sering saya beri makan dan sedikit ajak main. Saya semakin akrab sama si Ciepciep, terutama setelah ibunya si Ciepciep dijual hikshiks…sedih ya, namanya ayam, tau sendirilah ke mana ujung-ujungnya, tapi ya memang untuk itu ayam diciptakan.
Singkat kata, mungkin karena sering saya ajak main, si Ciepciep jadi seperti kucing hehe… Seiring waktu, Ciepciep tumbuh besar dan mulai berkokok.. Dan dia senang berkokok kalau saya menemui dia ke luar rumah. Dan yang lucu juga, tiap saya mengeluarkan Excel Rose, Vespa Excel 150, si Ciepciep suka naik ke joknya dan berkokok!
Saya rasa, belum sebulan tersesat di Jerman, ibu saya cerita: si Ciepciep hilang saat main ke kebun kosong di samping rumah hikshisk…ya, ini bukan pertama kehilangan ayam..ya begitulah ..si Ciepciep segitu saja dititipkan ke kami.. Sedih juga, tapi yang namanya semua yang kita miliki itu sebenarnya hanya titipan, kita harus ikhlaskan. Jangan sampai kehilangan sesuatu malah menambah dosa, bukan mendatangkan kebaikan buat kita. Saya juga anggap, saya banyak salah. Mudah-mudahan hilangnya si Ciepciep bisa terhitung mengurangi dosa saya…
Yamaha Jerman bisa dibilang pesta besar di penghujung tahun 2016 dan di awal tahun 2017. Mereka berhasil mencetak sejarah dengan melengserkan BMW yang sejak 2009 selalu nomor satu di dalam jumlah penjualan motor di Jerman setelah merebutnya dari Honda Yang meraja di tahun 2008. Dengan penjualan motor sebanyak 24.635 unit dari Januari 2016 sampai Desember 2016, Yamaha Yang memang menjual banyak motor mulai dari kubikasi kecil hingga besar berhasil menaklukkan BMW Yang menjual 23.986 motor di tahun 2016. Yup, kalah tipiiiis, dan kalahnya bisa dibilang di tikungan terakhir dan kesalip! Njlebbb banget bikin BMW baper hehe…
Secara persentase, Yamaha memimpin dengan sekitar 14%, diikuti BMW dengan 13%. Penguasa pasar Motor di Indonesia, Honda, mengisi tempat ke-3 dengan 11%. KTM Yang baru mulai menggeliat di Indonesia cukup hebat di Jerman, bisa mengisi posisi ke-4 dengan 10%, yup, berkat kejelian mereka membaca pasar dengan menerbitkan motor-Motor Yang memang diminati pasar! Di tempat ke-5 ada Harley Davidson dengan 7%!
Bagaimana dengan Kawasaki dan Suzuki? Entahlah, tak disebut..Yang pasti tak mampu masuk 5 besar di Jerman! Meskipun beberapa produk mereka masuk 50 Yang terlaris di Jerman.
Salah satu kesuksesan Yamaha ditopang variannya yang banyak.Kehadiran MT-series benar-benar menjadi ladang Euronya Yamaha..Bahkan MT-07 jadi motor terlaris di posisi ke-2, menggeser Kawasaki ER6N. BMW R1200GS masih tak tergusur…Bahkan disokong dengan R NineT yang jadi Motor ke-2 terlaris BMW.
Di Artikel ini, Bro bisa lihat varian terlaris Yamaha yang masuk 50 besar motor terlaris di Jerman.Makin ke bawah makin laris.. Yup, R1 baru dan R1M maupun R6 tak masuk 50 besar. Motor superbike yang mampu masuk 50 besar hanya Panigale dan S1000RR.
Sebenarnya, ada analisis yang mengatakan kemenangan Yamaha ini berbau akal-akalan. Maklum, tersalipnya di saat-saat terakhir, di bulan Desember. Mau tau ceritanya??? Sabar ya hehe…
Sumber:
Waspadalah!!! Waspadalah!!!
Sejak Oktober di Bochum, belum sekalipun saya khusus jalan-jalan di pusat kota Bochum, maklum, mikirnya yang penting urusan kuliah beres.. ini pun rasanya masih kesantaian, ketara masih bisa ngeblog hehe…, tapi terlalu stress juga percuma, nanti malah ga masuk otak dan sakit..ya, agak bingung juga kadang menjaga ritme belajar, yang pasti sih, memang harus lebih konsekuen dan maksimal.
Hari ini terpaksa ke balaikota Bochum untuk perpanjang izin tinggal. Nah, salah satu syaratnya adalah rekening koran 3 bulan terakhir. Saya pun menuju Commerzbank yang ada di pusat kota. Wow, lebih oke dibandingkan Commerzbank di Köln. Pelayanannya terasa lebih ramah dan tak sebatas ambil nomor saja, tapi ditanya butuh apa, nanti dia keluarkan nomornya, lalu kita diantar untuk duduk di mana.
Duduk di sofa bergaya modern, di samping sofa ada tablet, di meja ada tablet, wah, benar-benar dimanjakan ya..merk tabletnya Samsung. Entah tipe apa, maklum, orang ndeso yang ga doyan teknologi canggih, harap maklum… Di depan pun ada dispenser kopi dan berbagai minuman, sepertinya sih customer juga bisa mengambilnya kalau mau..Sudah seperti di ruang tunggu eksekutif di Airport saja..
Keluar dari Commerzbank, saya jalan ke balaikota yang letaknya hanya 200-300 meteran. Nah, baru kali ini saya lihat langsung mobil listrik yang sedang dicharge di jalan umum (maklum, saking jarangnya jalan-jalan, jadi banyak hal yang saya tak tahu). Ini dia:
Baru tahu BMW punya mobil listrik. Tertulisnya sih BMW I3. Desain I3 lumayan futuristik, tapi agak aneh sih. Lucu juga sih ini mobil berplat DO, artinya mobil ini terdaftar di Dortmund, kota tetangga Bochum. (Sekali-kali perlu nonton Bola juga nih hehe…Maunya sih Dortmund VS Bayern München, tapi tiketnya pasti mahal).
Ini dia sumber listriknya, penyedianya adalah perusahaan listrik yang dimiliki kota Bochum:Indonesia kapan bisa begini ya? Untuk ditinggal seperti ini saja rasanya tidak aman. Bisa-bisa pas balik kabel chargernya hilang wkwk….
Masih dari sumber yang sama, yakni majalah Motorrad no 2/216, ada wawancara dengan Stefan Bradl yang saat itu sudah menjadi pembalap Aprilia, setelah setengah tahun sebelumnya di 2015, doi sempat menggeber M1 di Forward Yamaha. Wawancara dengan pembalap yang tahun ini akan menggeber Fireblade bersama Nicky Hayden ini bisa memberikan gambaran, kira-kira seperti apa sih yang dirasakan pembalap dengan besarnya peran elektronik di MotoGP. Saya coba terjemahkan secara bebas ya:
Di 3 tahun terakhir, pembalap MotoGP, Stefan Bradl, merasakan 3 motor dengan 3 ECU berbeda. Apa yang dialaminya? (M: Motorrad, B: Bradl)
M: Mudah dipahami, bahwa pembalap yang cepat bisa benar-benar merasakan atau memahami motornya. Apakah para pembalap ini harus menjadi seorang computer freaks untuk bisa maksimal menggali potensi data recording dan setting ECU?
B: Ya tentu saja belakangan ini peran computer di balap motor semakin penting. Namun, saya juga merupakan pembalap yang tumbuh bersama teknologi ini, data recording sudah ada sejak saya membalap. Seorang pembalap tak harus jadi computer freak. Kita tidak kontak langsung dengan computer, kita hanya melihat data-data bersama-sama dengan para engineer. Jadi, tergantung, apakah pembalap punya engineer yang bisa menyiapkan data dengan baik atau tidak. Apa yang saya butuhkan untuk memahami data ini, saya pelajari melalui learning by doing.
M: Di bulan-bulan lalu, kamu mengalami 3 sistem yang berbeda: sistem elektronik factory Honda, edisi awal sistem Magneti Marelli yang diwajibkan tahun 2016 dan terakhir sistemnya Aprilia. Kamu rasakan perbedaannya?
B: Sebenarnya saat mengendarai motornya, saya tak merasakannya, kecuali saat menggunakan Magnetti Marelli. Sistem elektronik yang sempurna bekerja sangat halus dan akurat, misalnya ketika motor mengalami sliding atau ban mulai mengalami spinning. Sistem yang sempurna ini tidak akan “kasar” memangkas power motor. Di Honda, saya dimanjakan dengan sistem elektronik yang sangat baik, makanya saat ganti ke Magneti Marelli saya bermasalah dan banyak keluhan. Dengan sistem Aprilia, saya merasa jelas-jelas kembali lebih baik.
M: Data recording memungkinkan pembalap membandingkan data beberapa lap saat training dan mengenali, cara membalap bagaimana di tikungan mana mempengaruhi lap time. Apakah kamu harus mengingat banyak sekali hal untuk dapat menerapkan apa yang kamu diskusikan demi mencapai lap ideal.
B: Lap yang ideal itu tidak ada. Di satu titik selalu ada beberapa cm atau seperseratus detik yang bisa lebih dimaksimalkan. Menghafalkan apa yang diperoleh data recording juga tak membantu. Perlu banyak intuisi dan perasaan di sana. Kalau saya tiba di sirkuit, saya akan memutar beberapa putaran, tidak menyentuh limit, tetapi cukup cepat. Tentu motornya belum disetting secara maksimal, karena itulah saya berusaha mengumpulkan informasi yang diperlukan. Informasi ini saya sampaikan saat pit stop, dari situ pelan-pelan setting motor diperbaiki. Para ahli elektronik bisa membandingkan keterangan saya dengan data yang mereka miliki. Di tikungan mana motor saya sliding, atau ada masalah lainnya, itu perlu saya ingat-ingat saat kembali masuk ke pit.
M: Secara teori, setting elektronik bisa diubah total saat masuk pit. Apa pernah kejadian, kamu menggeber motor dengan setting yang diubah total setelah pit stop?
Cara seperti itu tidak akan efektif. Kita lebih baik mengubah sedikit-sedikit, tetapi bisa dilihat perbedaannya di data recording. Kita kan tak hanya ngurusin elektronik saja, tetapi juga setting suspensi dan cek kondisi/ pemilihan ban. Jika seandainya ada teknisi yang memerintahkan dirinya untuk mencoba motor sambil mengatakan:”mappingnya masih bisa dibuat sedikit lebih agresif” Saya akan bilang:”Gi dah nih cobain sendiri!” Cara seperti itu tak efektif untuk GP-Training, kalau untuk urusan testing ya bisa saja.
M: Kamu dituntut untuk bisa mempercayakannya pada teknologi. Namun, kamu tahun 2015 pernah terjatuh karena sebuah sensor rusak yang menyebabkan traction control mati dan kamu tak mendapatkan peringatan. Bagaimana cara kamu mengatasi pengalaman tak menyenangkan itu?
B: Saya mengalami dua kali kerusakan teknis, salah satunya berujung dengan terjatuhnya saya. Saya KZL banget waktu itu. Hal semacam itu tak boleh terjadi..tapi terjadi..pernah juga dengan mapping yang baru terselip error di sana. Ya, untuk itu ada zona out di sirkuit sebagai pengaman.
M: Bisakah kamu saat selepas tikungan membuka gas sebesar-besarnya dan mempercayakan traction control untuk mengatur agar tenaga yang keluar tak berlebihan sehingga kamu tetap aman?
B: Keluar dari tikungan sambil gas pol? Saya tak kenal (pembalap MotoGP) yang melakukan itu. Motor kami tenaganya begitu besar, sehingga perlu sedikit menghormatinya. Saya melakukannya sama seperti saya masih menggeber motor 2 tak, buka gas pelan-pelan dan halus saat selepas tikungan.Makin banyak traction control bekerja (memangkas tenaga motor-red), maka makin pelan saya. Semakin sering doi bekerja, makin susah juga mengontrol wheel spin yang saya butuhkan. Memang harus dicari kombinasi yang tepat antara bekerjanya traction control dengan wheel spin yang memang saya sengaja.
M: Gimana sih biasanya percakapan antara teknisi dengan pembalap saat pit stop?
B: Seperti permainan tanya jawab. Ada juga kalanya saya harus bilang: “Sorry teman-teman, saya tak merasakan ada perubahan.” Yang paling penting dalam situasi ini sebagai pembalap adalah kejujuran.
Sebenarnya ini agak aneh, karena gir Suzuki RGR lebih susah ditemui dibandingkan gir Suzuki Thunder 125. Ya, tapi itu cerita adik saya hari ini. Dulu, ketika diganti pakai RX-King, kalau KW tak perlu ganti baut, sedangkan kalau pakai yang original, perlu ganti, entah detailnya bagaimana. Nah, kalau pakai Suzuki RGR punya, bisa langsung plek.
Bisa dilihat di pojok atas: RGR 428-42T. Yup, untuk rantai ukuran 428 dan jumlah matanya ada 42 mata. Menurut adik saya, ini turun 3 mata dibandingkan gir Thunder 125 yang 45 mata. Efeknya tentu top speed yang bertambah. Di gigi 3, dengan gir standar, motornya bisa mencapai sekitar 90 Km/jam, sedangkan dengan gir RGR yang 42 mata, top speed di gigi 3 bisa 100 Km/jam. Namun, ini ukuran di spidometer variasi ya, hampir pasti ada penyimpangannya. Intinya, top speed pasti naik, tetapi buat nanjak-nanjak, kata adik saya masih aman.
Karena jumlah matanya lebih sedikit, otomatis rantai ukuran standar harus dipotong, tapi adik saya tak memperhatikan dipotong berapa mata. Wong merk girnya apa dia juga tidak perhatikan wkwk… Katanya sih, itu stock gir RGR terakhir di bengkel itu.
Rasanya juga lebih enak. Mungkin karena memang gir RGR plek di Thunder 125. Kalau pakai gir RX-King atau MX di bagian tengahnya longgar, maka gir RGR duduk mantep tanpa celah di teromol velg Thunder 125. Oh ya, harga gir plus pasang 65 ribu rupiah saja..
Andai Tiger juga semudah dan semurah ini kalau mau ganti-ganti gir belakang huhuhu…
Kata yang tersesat