You are currently browsing the monthly archive for Oktober 2010.
Akhir-akhir ini berita yang tersiar mayoritas tidak ada yang baik. Dimulai dari berita mangkatnya Mbah Dukun Bola no 1, si Paul Gurita yang sukses 100% di Piala Dunia Afrika lalu, kemudian disusul bencana gempa + Tsunami di Mentawai dan terakhir seputar aktivitas “membangun”-nya Gunung Merapi yang mengantarkan 26 jiwa ke dunia yang abadi. Diantaranya adalah Mbah Maridjan, sosok yang sejak 1982 menjadi juru kunci Merapi, sosok pria yang bijak, keras sekaligus ramah, dan menunjukkan, apa itu artinya “pengabdian”, sebuah kata yang semakin hari kok rasanya semakin jauh dari petinggi-petinggi negeri ini… Semoga saja teladan dari Mbah Maridjan bisa mengubah sedikit masa depan bangsa ini, ya, walau sedikit…
Menuju ke topik utama… Dani Pedrosa yang merupakan pembalap yang secara “face” juara dunia di hati cewe2 Indonesia juga identik dengan no. 26, meskipun ia pernah menggantinya dengan no. 1 kalau juara dunia, ataupun juga no. 2. Namun, di luar itu, no. 26 yang menjadi pilihannya.
Angka 26 sendiri sepertinya menjadi momok tersendiri bagi bangsa Indonesia. Banyak bencana besar yang terjadi mengandung angka 26, yang terakhir adalah letusan Merapi tgl 26 lalu, atau aktivitas tahun 2006, yang masih mengandung angka 2 dan 6. Gempa-gempa bumi dahsyat lainnya juga terjadi pada tanggal 26, seperti di Tasikmalaya, Yogyakarta dan yang paling parah adalah gempa di Aceh yang turut menimbulkan Tsunami 2004 lalu. Gunung pun tak hanya Merapi, gunung Krakatau yang juga tak kalah bekennya pun meletus di tanggal 26!
Dani Pedrosa yang pegang no. 26 pun tampaknya sering mengalami kesialan. Ada apa sebenarnya dengan angka 26? apakah karena 26 itu 13 x 2? Artinya sialnya berlipat 2?? The truth is out there….
Jika kita melihat bencana yang terlalu sering menimpa negeri ini, bisa jadi itu karena semakin intensifnya teguran dari Sang Pemilik Segala. Semakin banyak manusia yang sombong berjalan di muka bumi ini dan bahkan dengan sombongnya merendahkan orang-orang yang masih mengingat Penciptanya, semakin sering pula lah teguran itu akan datang. Maksiat yang semakin meningkat dan diidolakan sebagai perwujudan gaya hidup modern dan bebas tentu ada konsekuensinya, entah disadari atau tidak,diakui atau tidak…
Kembali ke angka 26! Apakah Dani Pedrosa akan membuang angka itu? Tentunya dia punya niat untuk itu, angka 1 terbukti menjadi favoritnya dibandingkan tetap bertahan dengan angka lainnya. Pembalap yang katanya ciuman pun bisa tanpa senyum ataupun ekspresi riang ini sebenarnya tidak perlu pusing-pusing soal angka. Begitu juga dengan kita semua… Tidak perlu pusing dengan angka keberuntungan, atau angka yang membawa kesialan dsb.nya. Yang terpenting sebenarnya bukan masalah angka, tetapi tekad dan pelaksanaan untuk meninggalkan yang tidak baik. Semoga kemilau kenikmatan dunia tidak membawa kita keluar racing line, apalagi sampai mengalami kecelakaan fatal…
Ayo Dani Pedrosa, berhentilah jadi Dani Pendosa, tinggalkan Puig yang ikut-ikutan kemanapun Ente melangkah! Masa mo happy2 pun ada Puig???!!!!!! (provokatortakbertuan.de)
Bro sekalian… Bikers seringkali dianggap sebagai masyarakat kelas dua, masyarakat kelas mengah ke bawah, bahkan terkadang sebawah-bawahnya. Kita memang sering dibuat geram menghadapi anggapan-anggapan ini, tetapi pada kenyataannya, di masyarakat memang kita jumpai bikers yang hidupnya kurang mapan sehingga mereka mendapatkan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan bantuan dari orang-orang yang mampu. Berikut ini adalah sebagian kisah kesulitan bikers yang ada di tengah masyarakat kita:
Banyak bikers yang mengidamkan motor baru, tetapi karena dana terbatas, maka yang bisa terbeli hanyalah motor tua. Meskipun begitu, si bikers tetap bersyukur, masih bisa beli motor, meskipun sudah uzur usianya dan tidak canggih seperti motor baru.
Ada juga bikers yang kesulitan untuk bayar parkiran, hingga motor tua mereka pun diparkir agak jauh dari tempat tujuan. Tempat favorit parkir gratis ini biasanya di kebun orang. Ketika diwawancara, si bikers mengatakan:”lumayan, irit 1000-2000 perak, bisa untuk tambahan uang bensin”.
Rumah yang kecil juga cukup memprihatinkan… Tak ayal, banyak bikers yang terpaksa memasukkan motornya ke dalam rumah karena mereka kesulitan dana untuk membangun sebuah garasi motor yang layak…huhuhu… (mulaiterharu.de)
Meskipun mengalami kesulitan finansial untuk membangun garasi motor, para bikers ini masih berjiwa besar. Mereka mensyukuri akibat kekurangan ini yang menyebabkan mereka menaruh motornya di dalam rumah. Katanya, dengan cara ini, keterikatan batin pada sang motor semakin kuat, dan bisa lebih bersyukur kepada Tuhan YME karena masih dilapangkan rezeki untuk memiliki motor, meskipun motor tua…
Banyak juga bikers yang mencintai dunia balap. Tayangan MotoGP maupun Moto2 yang kerapkali hadir di layar TV tua dan usangnya membuat bikers yang secara finansial lemah ini seringkali memimpikan punya motor ala pembalap di tv itu. Alhamdulillah, dengan segala daya dan kerja keras, sebagian dari mereka bisa membeli motor berfairing, yah, meskipun tahun tua… Terharu rasanya melihat mereka bisa berbahagia dengan motor berfairing setua itu…
Ketika ditanyakan, kegiatan lainnya yang sering mereka lakukan di akhir pekan, banyak yang menjawab: berekreasi atau berenang bersama dengan anggota keluarganya. Namun, harga tiket masuk sarana rekreasi ataupun kolam renang umum terasa begitu memberatkan…huhuhu…
Saya mengagumi kebesaran jiwa mereka. Bikers berekonomi lemah ini tidak menyerah pada keterbatasannya. Doi bilang, untuk menyiasati mahalnya tiket masuk kolam rengan umum, doi membangun sendiri di halaman belakang rumahnya sebuah kolam renang yang memang ukurannya kalah dibandingkan kolam renang umum. Meskipun secara ukuran tidak sebesar kolam renang umum, doi bersyukur karena bisa menghemat pengeluaran untuk tiket masuk kolam renang umum…
Foto: HP-Klassikku
*Achtung!!!! Segenap direksi dan karyawan Blog Sesat tidak bertanggung jawab akibat kesesatan yang ditimbulkan artikel ini!
Dalam minggu ini, ada kabar tidak enak dari teman dan adik saya. Dua-duanya seputar kemalingan motor.
Yang diceritakan adik saya kejadiannya malam minggu lalu di daerah Ciganjur. Dua unit Honda Tiger raib dari garasi rumah! Garasi dengan rolling door itu padahal terletak cukup dalam, jadi rumah memiliki halaman cukup luas dan pager pun digembok. Rumah sendiri pun sering menjadi tempat ngumpul anak-anak motor yang doyan modif motor model cafe racer. Kedua Honda Tiger inipun sudah modif. Aneh kan… Bukan hanya tempat pencurian yang cukup riskan dan sulit, tetapi motor modif pun ikut dicolong! Padahal di garasi itu masih ada 2 unit Honda Karisma, eh yang raib malah 2 Tiger modif! Katanya motor didorong cukup jauh dari rumah dan baru dihidupkan di ujung jalan. Kejadian diperkirakan terjadi sekitar jam 4 pagi, saat yang tertidur belum bangun dan yang bergadang baru tidur…
Menurut penyidik, maling diduga berjumlah 4 orang. Semboyan “bersekutu tambah mutu” ini tampaknya semakin marak diikuti dan semakin sukses dipraktikkan pelaku kejahatan. Yup, kalau pelaku kejahatan banyak, orang malah mengira mereka teman si pemilik rumah, ataupun, kalau ada yang mencurigai, orang jadi segan melihat jumlah pelaku kejahatan yang banyak!
Dari teman saya malah ada kabar lebih mengejutkan lagi. Satu unit HD WL raib digotong. Kabarnya dibawa dengan pick up ke luar Bandung! Di Malang bahkan yang menjadi korban seorang anak motor Inggris. Motor Inggrisnya dibawa kabur seseorang yang menyamar menjadi calon pembeli. Ini menjadi alarm bagi kita semua. Maling tidak lagi pilih kasih! Motor modif dan motor klassik ternyata juga menjadi target mereka! Waspadalah!! Waspalah!!!!!
Foto: HP-Klassikku
Menurut sumber yang sebenarnya tidak terpercaya-terpercaya amat, modifikasi matic ala Honda Zoomer semakin menarik banyak minat pencinta matic. Ini tidak lepas dari kepraktisan dan keunggulan gaya motor yang aslinya berkapasitas 50 cc ini. Bagi yang kepincut gaya minimalis Zoomer, modifikasi adalah jalan termurah dan termudah, terlebih lagi, tenaga dari mesin Matic di tanah air jauh ditas 4 PS, tenaga asli Zoomer. Bagi mereka yang menunggu kehadiran Zoomer di tanah air melalui AHM, tampaknya itu adalah penantian yang panjang dan tidak berujung. AHM tentunya enggan mengeluarkan matic dengan gaya sesat ala Zoomer, gaya yang menentang selera pasar.
Saya teringat saat pertama bersua dengan matic aneh bin sesat ini. Dibilang jatuh cinta pada pandangan pertama sih tidak, yang ada dalam hati saat itu cuma “boleh juga nih…:. Namun, lama kelamaan, gaya ala Zoomer semakin kuat mengoyak-ngoyak relung-relung hati (halaaah…-pujanggabaru.de). Gaya minimalis Zoomer menawarkan kepraktisan, kesan kuat, pekerja keras, tahan banting dan berani menentang arus. Zoomer yang minimalis sebenarnya sangat cocok untuk masyarakat di kota-kota yang populasi motornya sangat padat. Motor naked matic ini otomatis lebih mudah dibersihkan rangka-rangkanya yang menambah panjang usianya. Selain itu, bobot motor semakin ringan dan bebas dari bunyi-bunyi mengganggu akibat body plastik yang kerap pecah. Apalagi parkiran motor yang semakin tidak motorsiawi, lihatlah Tiger Hitam ane yang sen belakangnya patah kanan kiri plus dudukan body belakangnya patah akibat kejamnya area parkiran motor.
Menurut terawang Gaib Ki Gede Anue, sebenarnya gaya minimalis ala Honda Zoomer bisa juga dihadirkan AHM dan menjadi motor massal di sini, melihat gaya naked matic yang masih kosong, plus jumlah pengguna matic yang meningkat dan ingin tampil beda tentunya. Dengan penggunaan mesin 110 cc yang sudah ada, tentunya akan sangat mudah bagi Zoomer (kalau terwujud nih…) untuk merangsek ke pasar matic tanah air. Untuk menjaga keeksklusifitasannya, ada baiknya Zoomer 110 dipersenjatai dengan injeksi dan combi brake. Dah ga zaman produksi motor low end, bikin tambah macet aja…
NB: Buat Bro yang baru tersesat kemari, silahkan lihat artikel tentang Honda Zoomer di sini:
https://motorklassikku.wordpress.com/2009/07/29/skuter-minimalis-honda-zoomer/
Sekitar 2 tahun dipakai Jakarta-Depok tiap hari dengan rute sekitar 50 Km, kampas kopling Thunder 125 adik saya minta ganti. Katanya sudah tidak enak, apalagi rute yang dilewatinya memang full macet. Tidak heran tuh kampas kopling bawaan minta pensiun dini. Terlalu dini memang kalau dibandingkan dengan Tiger saya yang bisa lebih dari 5 tahun. Namun, zaman dulu jalanannya memang tidak semacet zaman sekarang.
Menurut analisis saya, cepat habisnya kampas kopling ini tidak lepas juga dari “kehijauan” adik saya dalam mengotak-ngatik motor. Sebab pernah saya pinjam motornya, tetapi setelan koplingnya tidak tepat. Ketika tuas kopling dibuka sepenuhnya, terasa masih selip. Untuk mengenali pas atau tidaknya setelan kopling tidak hanya bisa dirasakan melalui tenaga motor saat berakselerasi ataupun saat melepas kopling ketika hendak engine brake. Setelan kopling yang kurang pas terasa juga ketika gigi terasa sulit masuk, ataupun dinetralkan. Mengingat kampas kopling nggak murah-murah amat, sebaiknya kita mengajarkan juga adik2 kita caranya menyetel kopling, minimal yang ada di setang kiri lah…
Karakter Thunder 125 yang torsinya relatif kecil, tidak heran juga kalau koplingnya relatif cepat habis, terlebih lagi kalau menempuh jalur macet dan merayap. Kondisi lalu lintas semacam ini memaksa pengendaranya “main kopling”, atau kalau perlu “memecut” agar rpm mesin lekas naik. Di motor adik saya diperparah lagi dengan penggunaan gir belakang RX-King (enak bgt, tinggal pasang aja!) yang lebih berat. Maklum, masih alay, katanya sih-dengan berbagai modifikasi lainnya- bisa mengasapi Satria FU standard temennya. Namun, kondisi jalan sekarang yang macetnya gila-gilaan membuat doi sering mengeluh. Bukan hanya capek, panas dan polusi, konsumsi bensin jelas nambah, dan komponen fast moving jelas lebih cepat wafat!
Nah, kemarin dia beli kampas kopling untuk Thunder 125nya. Ternyata ada 3 pilihan: Suzuki Genuine Product seharga 150 ribu, CLD racing 94.500 dan Indoparts 65 ribu. Berdasarkan prinsip “harga nggak bohong” kita sudah bisa mereka-reka performa sebuah barang. Adik saya menjatuhkan pilihan pada yang sedang-sedang saja, ngirit katanya… Doi bukannya termakan sama embel-embel “racing”. Namun, entah kenapa, kita yang sudah pengalaman pun terkadang tergelitik dengan embel-embel “racing” kan, apalagi kalau harganya lebih ekonomis. Padahal, logikanya, tidak ada tuh barang yang lebih superior harganya lebih ekonomis.
Sebaiknya, kalau mau ambil barang dengan embel-embel “racing” ini, jangan terlalu tinggi ekspektasinya. Saya sendiri kadang suka mencoba yang berembel-embel “racing”, tetapi saya pahami risikonya. Itu pun sebenarnya lebih ke arah untuk mengikuti rasa ingin tahu saja. Kalau jangka panjangnya mau aman dan hemat, sebaiknya sih tetap pilih yang original. Barang dengan embel-embel “racing” ini pada ujungnya menuntut biaya lebih. Kalau ganti kampas kopling, harus keluar duit untuk mekanik, paking dan oli baru. Nah, kalau umur si barang “racing” ini hanya setengahnya barang original, bisa-bisa lebih mahal kan…
Pusing mikirin harga parts? Makanya, naik sepeda aja xixixi….
Tidak terasa, 15 Oktober yang kedua sejak berdirinya Blog Sesat, diawali dengan sebuah artikel di Blogspot tentang Honda RC30, motor pertama yang menjuarai ajang WSBK:
https://motorklassikku.wordpress.com/2008/10/15/rc-30-sang-juara-wsbk-pertama/
Meskipun sudah dua tahun, tetap saja menjadi blog motor tersepi se-Jakarta Selatan. Jumlah hits per-hari di atas 400 bisa dihitung jari, bahkan hanya dengan sebelah tangan. Ini tentunya sebuah prestasi tersendiri yang sulit ditandingi blog motor manapun, dengan jumlah artikel diusahakan minimal 3 artikel per minggu dan mengingat usia yang masuk 2 tahun, blog ini bisa tetap langsing dan tidak overweight(baca: sepi hihihi…)! Banyak yang bertanya, apa sih rahasianya? (rahasia kegagalannya-red). Banyak lah…
Awalnya jumlah hits bukan masalah buat Blog Sesat, es ist mir egal (masa bodo-red), tetapi yang namanya sebuah bagian dari sisi sosial, hal itu terkadang mengganggu. Sepinya pengunjung yang sebenarnya bukan masalah buat saya, pelan-pelan pun lumayan mengusik. Apalagi banyak yang beranggapan sebuah hits adalah simbol keberhasilan dan prestasi, simbol kredibilitas seorang blogger! Sifat acuh pun mulai terusik pandangan para pemuja hits. Ngeblog malah membuat saya menjadi seorang pecundang. Benar kata ahli-ahli kebudayaan: You can’t avoid the game…
Rasa minder yang sudah lama menggerogoti mental saya pun muncul, dan semakin kuat. Kadang terpikir untuk menghentikan saja aktivitas ngup-date Blog Sesat dan ambil bass dari gudang dan melakukan kegiatan yang “bisa jadi duit”. Meninggalkan masalah “hits”, dan menggunakan waktu untuk hal yang lebih penting dari sekedar ngeblog….
Sesampainya di gerbang pintu untuk memutuskan lanjut atau sampai disini saja, teringat kembali perjalanan bersama Bro semua… Teringat awal tujuan ngeblog yang ingin berbagi sesuatu. Pengetahuan dan ilmu yang baik, dan “yang sesat” tentunya, menjadi bernilai ketika bisa dibagikan. Berbagi ilmu itu seperti berbagi api lilin. Api tidak habis dengan berbagi, malah semakin banyak dibagikan, semakin terang tempat kita berada.
Blog Sesat mencintai kedamaian dan menghindari “bakar-bakaran”. Karena itulah artikel tentang produk ATPM tanah air jarang keluar. Kalaupun keluar, itu karena saya yang sedang ingin “playing with fire”. Sakit juga kalau terbakar… Saya tidak ingin sering-sering main api, mengingat saya bukan petasan blogger bersumbu panjang (perumpamaan Mas Taufik-red), tetapi petasan banting! Dan daripada meledak, lebih baik saya pergi…
Namun, sesampainya di gerbang itu, saya kembali berpikir…” Ngeblog nggak jadi duit… Buat apa sih buang-buang waktu??!!!!!!”
Kemudian kembali lagi terpikir kebersamaan kita. Blog Sesat menjadi tempat dimana saya merasa punya teman, merasa ada yang mendengarkan, merasa punya arti…. Dan kalau dipikirkan dengan hati, semua itu tidak bisa dibeli dengan uang…
Dan setelah mengingat itu, saya kembali masuk ke dalam… Tidak lagi ingin pergi meninggalkan apa yang dalam dua tahun ini tercipta dan menjadi karunia yang kadang lupa untuk saya syukuri… Entah sampai kapan ini berlanjut, sebab bisikan untuk pergi alias berhenti ngeblog pun sewaktu-waktu pasti kembali, as always…
Dengan internet yang masih minjem dan dengan keterbatasan waktu, ilmu dan tenaga, mudah-mudahan masih bisa melanjutkan yang sudah terjalin. Terimakasih kepada semua yang telah berkenan tersesat kemari, tiada kesan tanpa ketersesatanmu…
Kata yang tersesat